"Tujuannya, ya untuk memecahkan persoalan yang ada di lingkar industri ekstaktif seperti pertambangan, khususnya terkait regulasi, akuntanbiltas dan partisipasinya. Yang selama ini kita lihat partisipasinya itu hanya sepihak, tapi yang kita dorong ini bagaimana partisipasinya di tingkatan masyarakat lingkar tambang," bebernya.
Buyung Marajo juga menjelaskan, perihal pendapatan daerah Provinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten Kutai Kartanegara yang sampai saat ini masih bertopang pada hasil Sumber Daya Alam (SDA), khususnya di Dana Bagi Hasil (DBH).
Dari topangan hasil SDA di sektor DBH itu, kata Buyung Marajo, seharusnya seluruh elemen, baik eksekutif, legislatif, pelaku usaha dan masyarakat, dapat duduk bersama untuk membahas persoalan dampak tambang dan konflik agraria yang terjadi di sekitar industri ekstraktif.
"Dan kita juga perlu tahu apa sih persoalan yang terjadi di beberapa sektornya, seperti soal regulasinya. Terlebih di Kaltim saat ini rata-rata diisi oleh perudahaan besar. Lalu yang jadi pertanyaan, bagaimana dengan pungusaha lokal yang kemungkinan bisa kalah bersaing dengan perizinan yang ditarik kembali ke pusat," terangnya.