Pasalnya, jika nanti ditemukan temuan, muncul juga pertanyaan siapa yang nantinya bertanggung jawab.
Diketahui, dalam prosesnya, pelantikan Hasanuddin Masud didasari oleh adanya SK Mendagri,
Sementara, SK Mendagri itu telah disurati oleh pihak Makmur HAPK untuk dimohonkan dicabut.
Makmur medasarkan putusan PN Samarinda sebagai acuan pencabutan SK Mendagri. Putusan PN Samarinda itu diketahui masih menyatakan bahwa dirinya (Makmur HAPK) masih menjabat sebagai Ketua DPRD Kaltim sejak 2019 - 2024.
"Pelantikan, ada anggaran yang keluar. Kan dipertanyakan. Anggaran digunakan atas proses yang dinilai melawan hukum. Putusan pengadilan loh yang ngomong. Loh kok bisa, dilabeli perbuatan melawan hukum tetapi dibiayai. Harus ada yang tanggung jawab," ujar Najidah.
"Siapa yang tanggung jawab mengeluarkan anggaran. Sehingga menimbulkan masalah baru. Ini kan ada orang berperang, masing-masing punya granat, punya senjata. Setelah berperang, bukan mereka (yang berperang), tetapi muncul granat baru," katanya
PAW di Tengah Masa Jabatan
Pergantian Antarwaktu (PAw) ketua DPRD dari Makmur HAPK kepada Hasanuddin Mas'ud menuai polemik.
Saat di tengah proses jabatan, Golkar melakukan PAW untuk Makmur HAPK, digantikan Hasanuddin Masud.
Tidak menyerah begitu saja, melalui jalur hukum, Makmur didampingi tiga Penasihat Hukumnya Sinar, Asran dan Rizki menggugat Pengurus DPP, DPD dan Fraksi Partai Golkar ke Pengadilan Negeri (PN) Samarinda.
Selama lebih dari satu tahun proses hukum berjalan, pada gugatan keduanya putusan permohonan gugatan Makmur menang dan telah diputus.
Dalam amar putusan PN Samarinda itu, Makmur dinyatakan masih sah menjabat sebagai Ketua DPRD Kaltim.
(redaksi)