POJOKNEGERI.COM - Rencana digulirkan pemerintah untuk pembelian elpiji (LPG) 3 Kg dengan menggunakan aplikasi MyPertamina.
Elpiji 3 Kg diketahui ditujukan untuk masyarakat kurang mampu atau masyarakat miskin.
Direktur Pemasaran Regional PT Pertamina Patra Niaga (PPN) Mars Ega Legowo Putra menyebut upaya itu dimaksudkan agar penyaluran subsidi LPG 3 kg bisa tepat sasaran.
Kendati demikian, ia belum tahu kapan wacana itu direalisasikan. Pasalnya, saat ini masih dilakukan uji coba secara diam-diam terhadap 114 ribu warga.
Ia menerangkan dalam uji coba ini, Pertamina berkolaborasi dengan pemerintah menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) milik Kementerian Sosial (Kemensos).
"Uji coba kita menggunakan basis data DTKS," kata Ega, Rabu (29/6).
Pengamat Energi dari Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengaku mendukung kebijakan tersebut. Ia bahkan menyebutnya sebagai langkah bagus. Hanya saja, perlu antisipasi masalah teknis di lapangan.
"Karena pembeli LPG berbeda dengan BBM. Jika BBM adalah pemilik motor dan mobil, nah LPG belum tentu berdaya beli. Sehingga, ada peluang tidak memiliki akses ke handphone (ponsel pintar). Ini yang perlu dipertimbangkan," katanya.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira pun menyarankan Pertamina dan pemerintah untuk tidak terburu-buru merealisasikan kebijakan ini.
Berbeda dengan BBM subsidi, untuk memantau pemberian subsidi LPG 3 Kg tepat sasaran atau tidak, ia menilai relatif lebih rumit. Lagipula, untuk saat ini waktunya pun kurang pas.
Menurut Bhima, Pertamina perlu duduk bersama pemerintah, baik Kementerian ESDM, Kemensos maupun Kemenkop UMKM untuk membahas data penerima subsidi.
"Betul (datanya harus valid). Apalagi, disparitas harga LPG subsidi dan non subsidi terpaut jauh," terang Bhima.
Integrasi data penerima LPG 3 Kg harus sinkron dengan data penduduk miskin di DTKS maupun data nelayan, dan UMKM penerima bantuan.
"Kalau sampai data tidak valid, di lapangan khawatir yang terjadi justru orang miskin dan UMKM dipersulit haknya untuk membeli BBM dan LPG subsidi," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai kebijakan pembelian LPG 3 Kg menggunakan aplikasi justru tidak tepat.
Sebab, ia menyebut masih banyak masyarakat miskin dan paling miskin belum memiliki gawai pintar atau smartphone. Sinyal juga menjadi masalah bagi penerima subsidi di remote area.
"Kebijakan yang mewajibkan untuk memiliki aplikasi dalam ponsel untuk menerima barang-barang pokok yang disubsidi tidak tepat dengan karakteristik penerimanya," ungkap Faisal.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
(redaksi)