Untuk proses lelang, dokumen lelang tidak memuat informasi yang cukup atas kondisi teknis dari ruas tol. Akibatnya, pemenang lelang harus melakukan penyesuaian yang mengakibatkan pembangunan tertunda.
Sementara dalam proses pengawasan belum ada mitigasi permasalahan yang berulang terkait pemenuhan kewajiban BUJT.
"Akibatnya pelaksanaan kewajiban BUJT tidak terpantau secara maksimal," ungkap KPK.
Selain itu, terdapat benturan kepentingan di mana investor pembangunan didominasi oleh 61,9 persen kontraktor pembangunan yakni BUMN Karya (Pemerintah).
KPK juga menemukan ketiadaan aturan tentang penyerahan pengelolaan jalan tol lebih lanjut. Hal ini menyebabkan mekanisme pasca-pelimpahan hak konsesi dari BUJT ke pemerintah menjadi rancu.
"Lemahnya pengawasan mengakibatkan sejumlah BUJT tidak membayarkan kewajibannya hingga berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara Rp4,5 triliun," kata KPK.