"Ini bukan rencana baru, sudah dimulai sejak 2019 untuk menyambut Hari Kemerdekaan ke-75. Namun, Pesawat BBJ 2 itu servis sesuai rekomendasi pabrik jatuh pada 2021. Tadinya, itu satu paket sama beberapa armada lain yang sudah datang waktunya. Sekalian dicat, justru biar lebih efisien," kata Faldo dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa, 3 Agustus.
Menurutnya, pengecatan tersebut harus dilakukan karena anggarannya sudah dialokasikan pada APBN. Selain itu, penggunaannya juga sudah sesuai ketentuan refocussing anggaran untuk penanganan COVID-19.
"Anggaran saat ini sudah fokus pada pandemi sesuai dengan aturan dan ketentuan Kementerian Keuangan. Rencana ini tentunya sudah ada juga di dalam APBN jadi ya harus dilaksanakan," ungkap Faldo.
Di pihak lain, penjelasan terkait pengecatan kepresidenan juga dilontarkan oleh Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin.
Ngabalin mempertanyakan kritik dari pengamat penerbangan Alvin Lie dan pihak lainnya soal pengecatan pesawat kepresidenan yang menelan anggaran Rp2 miliar.
Ngabalin merasa tak ada masalah karena tidak mengganggu anggaran penanganan Covid-19.
Menurutnya, Rp2 miliar digunakan untuk cat dan perawatan pesawat 7 tahun sekali.
"Kalau mau lihat biaya perawatan, cat, kemudian pemeriksaan 7 tahun dilakukan, Rp1 miliar-Rp2 miliar untuk pesawat presiden di mana masalahnya?" kata Ngabalin dikutip dari CNN Indonesia.
(redaksi)