Seharusnya pemerintah memperhatikan terkait bencana lingkungan yang kerap terjadi beberapa waktu belakangan di Kalimantan, mulai dari banjir, krisis pangan, kekeringan hingga kebakaran hutan dan lahan.
Jokowi meyakini Ibu kota Negara Baru akan menjadi kota yang sangat ramah bagi semua lapisan masyarakat untuk hidup berdampingan, hidup rukun, hidup bersama-sama bahkan memiliki peluang yang sama untuk ikut serta mengembangkan Ibu Kota Negara Baru.
Faktanya sudah terlalu banyak konflik lahan dan perampasan ruang hidup dengan melakukan pemaksaan dan kekerasan terhadap warga yang berjuang untuk mempertahankan tempat tinggal agar tidak ditambang atau dirusak.
Negara memang cenderung melakukan kekerasan untuk memaksakan kehendak sepihak dengan otoritas tinggi.
Menurut Isran Noor Gubernur Kaltim perkemahan ini bentuk keseriusan Jokowi dalam memindahkan Ibu Kota Negara Baru dengan mengatakan “berkah luar biasa bagi Kaltim dan akan ada pemerataan pembangunan bagi Indonesia”.
Itu juga yang disampaikan oleh Kepala Daerah saat menerbitkan ribuan ijin tambang, sawit, kehutanan. Menurut saya pemerataan itu hanyalah mitos belaka karena masih banyak jumlah penduduk miskin di Kaltim dan berbagai daerah lainnya.
Sudah tepatkah perkemahan mewah ini dilangsungkan di tengah jutaan jiwa warga Indonesia mengantre untuk mendapatkan minyak goreng murah yang kini sangat langka di toko-toko dan gerai supermarket di kota-kota?
Antrean panjang yang mengular hingga akibatkan jatuh korban menandakan minyak goreng lebih dibutuhkan dari pada mega proyek IKN yang nantinya menguras 1/4 APBN negara ini.
Ditulis oleh Salsabila
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
(redaksi)