Kemudian jaringan telekomunikasi dan listrik juga akan disediakan agar memperlancar agenda ini.
Kontras dengan kondisi sejumlah desa di Kaltim yang bertahun-tahun belum mendapatka pelayanan listrik PLN.
Desa Sekerat salah satunya, sudah 13 tahun hanya 6 jam mendapatkan layanan listrik desa setiap harinya.
Padahal kampung ini berada di ring 1 aktivitas produksi batubara perusahaan raksasa PT. Kaltim Prima Coal.
Sedangkan biaya pembangunan megaproyek IKN memakan habis anggaran sebesar 466,98 triliun, belum lagi berbagai fasilitas perkemahan yang di digunakan untuk melayani para oligarki.
Mereka tentu akan menikmati ini semua, sedangkan ada kurang lebih 20.000 jiwa masyarakat adat yang berpotensi tersingkir dari tanahnya sendiri.
Begitupun dengan nelayan akan terpukul terutama mereka yang menjadikan Teluk Balikpapan sebagai wilayah tangkapan.
Lalu lintas kapal besar memuat material gedung serta kehadiran industri penunjang megaproyek IKN (pabrik smelter nikel) akan merusak dan mencemari ekosistem kawasan Teluk Balikpapan.
Kondisi sekarang saja sudah terjadi penurunan pendapatan akibat ramainya industri tambang, sawit dan migas di wilayah Teluk Balikpapan.
Mereka hanya merasakan penderitaan atas krisis yang terjadi karena adanya perampasan ruang hidup dan mematikan ekonomi yang sudah terbangun. Bagi saya dana pemindahan Ibu Kota Negara Baru dan agenda perkemahan di wilayah IKN lebih baik digunakan untuk memenuhi kebuhan dasar warga (kesehatan, pendidikan, dll) yang sedang mengalami kesulitan.
Perkemahan ini juga meng-agendakan penanaman pohon di atas lahan warga yang telah dirampas demi megaproyek IKN.
Hal ini tidak akan memulihkan lingkungan karena krisis yang terjadi tidak hanya seluas 256.142 hektar wilayah IKN tetapi ada 9,3 juta hektar wilayah krisis di Kaltim.