September = 12 kali tsunami
Oktober = 8 kali tsunami
November = 12 kali tsunami
Daryono menggarisbawahi, jumlah kejadian tsunami yang tercatat dalam data di atas mungkin bukan jumlah yang mutlak, karena tidak menutup kemungkinan adanya kejadian tsunami lain yang tidak terdata.
Dari paparan tersebut terlihat bencana tsunami paling banyak terjadi di antara Februari, September, November, dan Desember.
Namun, hal itu bukan berarti potensi terjadinya di 4 bulan tersebut lebih besar dari bulan-bulan yang lain.
Pun dengan orang-orang yang mengaitkan bulan Desember dengan kejadian tsunami, semua itu tidak dapat dibenarkan.
"Mengacu data ini maka pendapat yang menyebutkan bahwa Desember adalah satu-satunya bulan dengan peristiwa tsunami paling banyak tidaklah benar.
Data membuktikan bahwa Desember ternyata bukan satu-satunya bulan dengan kejadian tsunami paling banyak," jelas Daryono.
Selain itu, ia menegaskan tsunami bisa terjadi kapan pun, tidak ada bulan atau waktu yang memiliki potensi terjadi tsunaminya lebih tinggi atau lebih rendah dari pada yang lain.
Hal itu disebabkan banyaknya faktor yang melatarbelakangi mengapa sebuah gelombang tinggi bernama tsunami bisa terjadi.
"Berdasarkan sumber dan pembangkitnya, secara ilmiah tsunami memang tidak mengenal musim. Gempa tektonik, longsoran dalam laut, erupsi gunung api adalah fenomena geologis yang dapat terjadi kapan saja tidak hanya pada bulan-bulan tertentu seperti halnya fenomena cuaca dan iklim, sehingga kapan saja dapat terjadi tsunami," jelas dia.
Untuk itu, kita semua diminta untuk selalu waspada dan siaga terhadap bencana yang satu ini.
Terlebih bagi masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir.
"Sebaiknya kita harus waspada dan siaga tsunami, khususnya masyarakat di wilayah pesisir yang pantainya berhadapan dengan sumber gempa di dasar laut dan sudah dinyatakan sebagai pantai rawan tsunami," pungkasnya. (redaksi)