Padahal Rusli hanyalah orang sipil dan dipastikan bukan pegawai honorer Kelurahan Sungai Kapih dan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Orang luar yang difungsikan oknum lurah ini ditugaskan mengumpulkan semua masyarakat yang melakukan permohonan sertifikat tanah. Mereka yang akan mengajukan dimintai Rp1,5 juta per kapling atau 200 Meter persegi, yang nentukan tarif ya si lurah ini. Rusli hanya mengumpulkan saja," tambahnya.
Pungutan tersebut tentunya melanggar Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri. Yakni, Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Desa Pembagunan Daerah Tertinggal. Dalam belied bernomor 25/SKB/V/2107 itu dijelaskan jika Provinsi Kaltim masuk dalam kategori III dengan biaya maksimal Rp250 ribu.
3. Uang diterima sekitar Rp678 juta
Dari praktik kotor ini setidaknya kedua tersangka menerima uang Rp678.350.000.
Uang ini sebagian besar berada di rekening Rusli. Yakni senilai Rp439 juta. Dan, sebelumnya polisi juga sempat menyita uang tunai saat menangkap Rusli di aula serbaguna Kelurahan Sungai Kapih, senilai Rp24.350.000.
"Barang bukti saat OTT berjumlah Rp600 juta lebih uang tunai. Ada yang dalam rekening dan dalam meja kerja. Diperkirakan ada 1.500 pengajuan dari masyarakat yang mengajukan untuk membuat sertifikat tanah. Ada sebagian yang cash, ada juga yang mencicil," jelasnya.
Dari cetak rekening koran milik Rusli, juga diketahui jika sempat memberikan uang senilai Rp45 juta ke Edi Apriliansyah pada awal Oktober. Hal ini menjadi bukti kuat lainnya terkait keterlibatan Lurah Sungai Kapih sekaligus otak intelektual di balik pungli PTSL.
"Persenan untuk pejabat publik ini masih diselidiki, tapi tersangka Rusli ini juga sempat transfer ke Edi pada awal oktober. Ada tiga kali transfer, Rp15 juta setiap kali transfer," bebernya.