"Singkatnya, El Nino memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum," dikutip dari keterangan BMKG NTB.
Dwikorita mengungkapkan kondisi kemarau kering itu berlangsung hingga enam bulan ke depan.
"Hingga enam bulan ke depan, BMKG memprediksi sifat hujan bulanan di tahun 2023 ini akan relatif menurun. Curah hujan bulanan akan relatif menurun dibandingkan curah hujan 3 tahun terakhir," tuturnya.
Dodo Gunawan, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG, menambahkan El Nino lemah punya peluang 50 persen hadir pada Juni hingga Agustus.
"Dampak kekeringan ya. Ini curah hujan berkurang. Kita harus mengantisipasi kekeringan, tapi insyaallah enggak panjang, Oktober semoga sudah selesai," urainya.
Daerah terdampak
Dwikorita mengungkap penurunan curah hujan mulai terjadi beberapa wilayah, seperti Sumatera bagian tengah, Kalimantan bagian tengah, dan sebagian Papua.
"Perlu dicermati yang berwarna coklat-coklat (curah hujan rendah) mulai muncul di bulan Februari di Riau, Sumut, dan Jambi. Ini merupakan indikasi bahwa curah hujan bulanan menurun artinya rendah. Itu bisa dianggap sebagai kemarau," tutur dia.
"Juga terjadi di Sulawesi dan di Papua. Perlu diwaspadai terjadi karhutla," lanjut Dwikorita.
Bulan berikutnya, BMKG mengungkap daerah lain yang mulai terdampak adalah Riau, Pulau Madura, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara.
"Juni-Juli semakin merona oranye-coklat, artinya curah hujan semakin rendah dan semakin luas," jelas Dwikorita, "Ini makin meluas seluruh Indonesia."