Adapun, syarat daripada karya-karya yang akan disimpan dan didokumentasikan sehingga juga dapat diakses masyarakat luas ini adalah memiliki penerbit.
Walaupun, Kaltim hanya memiliki jumlah penerbit yang terbatas, jumlah penulis yang ada justru terbilang sangat banyak. Hanya saja, para penulis ini lebih memilih menerbitkan karyanya melalui penerbit yang ada di Pulau Jawa karena alasan biaya.
"Karena biaya yang cukup mahal (di Kaltim), ini lah yang menjadi perhatian kami. Mudah-mudahan kedepannya, kami bisa memprogramkan untuk membantu penulis Kaltim yang ingin menulis tentang wilayahnya ini, baik itu budaya maupun sejarahnya. Kita akan berupaya untuk bisa membantu memfasilitasi penerbitannya, sehingga mereka terbantu juga," jelasnya.
Patimah memaparkan, Kaltim memiliki sekitar 120 penerbit, yang termasuk didalamnya juga lembaga pemerintah seperti Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah. Namun demikian, tidak semua penerbit itu aktif setiap tahunnya memproduksi atau menerbitkan buku.
"120 itu naik turun setiap tahunnya. Menurut data dari Perpustakaan nasional, ada 25 penerbit di tahun ini yang sudah menyerahkan karya-karyanya. Jadi, memang ada yang tiga tahun sekali baru menerbitkan," tegasnya. (Adv)