POJOKNEGERI.COM - Pada Selasa (18/1/2022), DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ibu Kota Negara (IKN).
Pengesahan RUU IKN menjadi undang-undang disetujui 8 fraksi, diantaranya PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, Demokrat, PAN, PKB, dan PPP. Sementara Fraksi FKS menolak pengesahan tersebut.
"Kami mengucapkan rasa syukur bahwa undang-undang tentang ibu kota negara akhisnya bisa disahkan, di rapat paripurna," kata Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Ketua Pansus RUU IKN, saat konferensi pers usai paripurna, Selasa (18/1/2022).
Dengan disahkannya UU IKN ini, menjadi payung hukum dimulainya proses pembangunan dan pemindahan ibu kota negara.
Respon terkait pemindahan ibu kota negara di Kaltim juga diberikan beberapa kalangan.
Salah satunya adalah dari Koalisi Masyarakat Kaltim Menolak IKN.
Pihak dari Koalisi pun mengirimkan press release terkait dengan pemindahan IKN itu.
Berikut rilis yang diterima tim redaksi:
Rencana pemindahan IKN atau Ibu Kota Negara dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada 26 Agustus 2019 sampai pada titik akhir.
Ketika pembentukan Pansus RUU IKN di DPR pada Desember 2021, hanya dalam waktu 40 hari proses pembahasan RUU IKN di DPR, parlemen DPR beserta pemerintah, dan akhirnya pada tanggal 18 Januari 2022 RUU IKN di sahkan dalam Paripurna DPR RI.
Sebelum diundangkan, RUU IKN sendiri dinilai cacat prosedural dan dianggap sebagai bentuk dari ancaman keselamatan ruang hidup rakyat maupun satwa langka yang berada di Kalimantan Timur, terutama yang terdampak dengan adanya proyek IKN yaitu Kabupaten Penajam, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Balikpapan.
Megaproyek IKN sendiri berpotensi akan menggusur lahan-lahan masyarakat adat, terutama masyarakat adat Suku Balik dan suki Paser serta warga Transmigran yang sudah lama menghuni di dalam kawasan 256 ribu Hektar.
Salah satu alasan atas pemindahan Ibu Kota adalah berangkat dari semakin meningkat dan kompleksnya permasalahan di DKI Jakarta. DKI Jakarta dinilai tidak layak dari aspek daya dukung dan daya tampung. Oleh karena itu, dengan pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur, merupakan gambaran tidak becusnya pemerintah dalam menangani dan menyelesaikan segala permasalahan yang terjadi di Jakarta.
RUU IKN sendiri minim dari partisipasi publik, padahal di dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 menyebut bahwa setiap undang-undang wajib ada partisipasi dari publik. Penetapan pemindahan Ibukota ke Kalimantan Timur adalah keputusan politik tanpa dasar yang jelas, tidak partisipatif, dan tidak transparan.
Cacat prosedural dalam penyusunan KLHS kembali dilakukan dalam pembuatan RUU IKN. Dimana sebelumnya dilakukan secara tertutup, terbatas, dan tidak melibatkan masyarakat yang terdampak langsung dari pemindahan Ibukota.
Masyarakat di wilayah lain yang juga akan terdampak dalam megaproyek ini seperti ribuan ASN Pemerintah Pusat di Jakarta dan sekitarnya, warga di Sulawesi Tengah, serta 2 kampung masyarakat adat yang hidup disepanjang sungai kayan akan ditenggelamkan beserta 5 Kampung yang juga digusur paksa untuk pembangunan Dam kecil pendukung PLTA Kaltara. Hal tersebut demi memasok listrik bagi situs perkantoran di ibu kota baru.
Adapun lahan IKN yang akan dibangun tidak lain merupakan lahan-lahan perusahaan sawit, HTI (Hutan Tanaman Industri), serta tambang yang merupakan milik dari para oligarki-oligarki yang dengan sengaja merusak hutan dan lahan. Di samping itu, pemindahan Ibu Kota Negara juga merupakan agenda terselubung pemerintah guna menghapuskan dosa-dosa yang telah dilakukan oleh beberapa korporasi yang wilayah konsesinya masuk dalam wilayah IKN.
Menurut catatan JATAM Kaltim, terdapat 94 lubang tambang yang berada di kawasan IKN di mana tanggungjawab untuk melakukan reklamasi dan pasca tambang seharusnya dilakukan oleh korporasi, diambil alih dan menjadi tanggung jawab negara.
RUU IKN disosialisasikan secara tertutup, termasuk pada saat kegiatan konsultasi publik RUU IKN yang diadakan di salah satu kampus terbesar di Kalimantan Timur, Universitas Mulawarman, Samarinda pada 11 Januari 2022 yang mendapat tentangan dan penolakan dari Koalisi Kaum Muda Kaltim Anti Oligarki.
Koalisi menyerukan aksi boikot dan menolak pembahasan RUU IKN yang diadakan di UNMUL. Koalisi menilai, bahwa Konsultasi Publik yang dilakukan oleh DPR RI dan BAPPENAS itu sangat tertutup, cenderung dipaksakan, serta tidak melibatkan masyarakat, terutama warga di kawasan rencana mega-proyek IKN.
Sikap Pemerintah yang memaksakan pemindahan Ibukota juga mencerminkan tidak sensitifnya Penguasa rezim Jokowi – Ma’ruf Amin terhadap kondisi masyarakat yang tengah sulit setelah hampir 2 tahun dilanda pandemi covid-19 di mana banyak warga yang mengalami penurunan ekonomi. Dana yang digunakan untuk mewujudkan pemindahan Ibukota, akan sangat lebih berguna apabila digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara (kesehatan, pendidikan, dll) yang sedang mengalami kesulitan.
Berdasarkan uraian di atas kami KOALISI MASYARAKAT KALTIM MENOLAK IKN menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Rencana pemindahan IKN sama sekali tidak memiliki dasar kajian kelayakan yang meliputi aspek kemaslahatan, keselamatan, dan kedaulatan umat (manusia, dan non manusia) dan cenderung dipaksakan sehingga berpotensi mengancam, menghancurkan dan menghilangkan ruang hidup masyarakat.³
2. Mendesak kepada Pemerintah untuk mencabut dan membatalkan UU IKN karena cacat prosedural dan tidak menjawab persoalan yang dihadapi rakyat Indonesia saat ini.
3. Mendesak kepada Pemerintah RI untuk menyelesaikan permasalahan krisis yang terjadi di Jakarta dan Kalimantan Timur, Bukan Pemindahan Ibu Kota Baru.
(redaksi)