Di balik deru pembangunan dan geliat ekonomi Kalimantan Timur, sebuah kenyataan pahit menyelimuti hutan-hutan yang selama ini menjadi kebanggaan Bumi...
POJOKNEGERI.COM, SAMARINDA - Di balik deru pembangunan dan geliat ekonomi Kalimantan Timur, sebuah kenyataan pahit menyelimuti hutan-hutan yang selama ini menjadi kebanggaan Bumi Etam.
Tahun 2024, Kaltim mencatatkan diri sebagai provinsi dengan tingkat deforestasi tertinggi di Indonesia.
Situasi ini memantik keprihatinan dari berbagai pihak, termasuk DPRD Kaltim yang mengingatkan pemerintah agar tidak hanya mengejar angka pertumbuhan ekonomi, tapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan.
Berdasarkan laporan lembaga riset Auriga Nusantara, Kaltim kehilangan sekitar 261.575 hektare kawasan hutan akibat deforestasi sepanjang tahun ini.
Angka itu meningkat sekitar 4.191 hektare dari tahun sebelumnya, dan menempatkan provinsi ini di urutan teratas, mengungguli Kalbar dan Kalteng yang menghadapi masalah serupa.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono, menyampaikan bahwa kondisi ini tidak bisa lagi dianggap sepele.
Menurutnya, hutan-hutan yang menjadi paru-paru dunia harus dijaga sebagai warisan untuk generasi masa depan.
“Hutan di Kalimantan Timur wajib kita jaga. Ini bukan sekadar persoalan lokal, tapi juga tanggung jawab global. Ini aset anak cucu kita,” tegas Sapto.
Ia juga menyoroti arah kebijakan pembangunan yang terlalu condong pada kepentingan ekonomi.
Sapto meminta agar pemerintah, baik di level daerah maupun pusat, mulai menyusun strategi nyata untuk menekan laju deforestasi yang makin mengkhawatirkan.
“Kita tidak bisa terus-menerus membangun bangsa dengan mengorbankan alam. Pemerintah harus duduk bersama, menyusun langkah konkret untuk memulihkan lahan-lahan kritis dan menghentikan pembukaan kawasan hutan yang berlebihan,” ujarnya.
Sapto menambahkan, sinergi antara pemerintah daerah dan pusat menjadi kunci.
Ia menekankan bahwa pembangunan yang menyisakan luka ekologis akan menjadi beban jangka panjang bagi masyarakat Kaltim.
“Jangan sampai kekayaan alam Kaltim yang dieksploitasi untuk kepentingan nasional justru meninggalkan kerusakan di kampung halaman kami,” tutupnya. (adv)