"Kesempatan kita hanya ada 13 tahun ke depan. Begitu kita keliru memilih pemimpin yang tepat untuk 13 tahun ke depan, hilanglah kesempatan untuk menjadi negara maju," tuturnya.
Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun mengungkapkan tiga kesalahan mendasar dari jalan pikiran Presiden Jokowi kala menyatakan tak akan netral di Pilpres 2024.
Pertama, Ubedilah menilai Jokowi salah memahami dirinya sebagai seorang Presiden.
Dia menjelaskan, presiden merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
Pemilu adalah agenda negara sekaligus agenda pemerintahan yang mesti ditunaikan sesuai jadwal lima tahun sekali.
Secara moral politik kenegaraan, posisi presiden melekat sebagai pemimpin aparatur sipil negara.
Jika ASN diwajibkan netral, maka presiden mestinya menjalanan fungsi lebih moralis dibandingkan ASN.
Kedua, Ubedillah menyebut presiden sebelumnya, yakni Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY serta Megawati Soekarnoputri, sudah mencontohkan bahwa urusan pencapresan berada di tangan partai politik.
Ubedilah menyebut kesalahan Jokowi dalam konteks tersebut adalah sibuk membuat Koalisi Indonesia Bersatu yang digawangi Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan.
Selain itu, RI 1 ini juga sibuk mengurusi Musyawarah Rakyat (Musra) yang digelar Projo.