Hal ini tentu tidak akan menimbulkan dampak pertumbuhan ekonomi dan justru lebih berpotensi menimbulkan kerugian kas daerah. Oleh karena itu akan lebih bijak menurut Achmad jika permasalahan terlebih dulu diselesaikan sebelum mendapat penyertaan modal baru.
"Karena kami tidak ingin penyertaan modal itu disalahgunakan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Sikap kritis kami tentunya berdasar dari fakta yang kami ungkap," tegasnya.
Dari data dihimpun, diketahui jika salah satu pihak yang mengalami macet kredit ialah PT SKE dalam audit LHP BPKP Kaltim. Untuk diketahui PT SKE merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan bahan bakar minyak (BBM) berupa solar industri.
Disebut-sebut PT SKE mendapatakan fasilitas kredit dari BPD Kaltimtara senilai Rp45 miliar, pembayaran kredit diperjanjikan dengan bunga 12% secara anuitas perbulan sampai dengan jatuh tempo 12 bulan. Dengan jaminan tanah serta rumah dengan nilai lebih dari Rp466 miliar.
Dalam hal ini disebutkan, ada dugaan kelalaian yang dilakukan analis dan penyedia karena tidak melakukan skema analisis permohonan dan perpanjangan kredit secara cermat dan memadai.
"Kami mendesak BPD Kaltimtara membuka kepada publik hasil tindak lanjut kredit bermasalah. Salah satunya kami duga dilakukan PT SKE yang diduga berpotensi merugikan keuangan daerah," kata perwakilan mahasiswa lainnya.
Tak berhenti sampai di situ, para massa aksi juga menduga adanya kongkalikong antar pihak sehingga timbulnya masalah. Dengan demikian, massa aksi juga meminta agar Korps Adhyaksa turun tangan.