Tapi sekarang AS dan sekutunya kembali terkaget-kaget setelah Rusia kembali unjuk gigi melalui konflik Ukraina. Dan lagi-lagi, AS diduga menggunakan skema yang sama, yakni melibatkan milisi-milisi yang pernah dibentuknya, antara lain ISIS dan al-Qaeda yang bermarkas di Suriah.
Para milisi yang dikirim ke Ukraina tersebut berasal dari Idlib, yaitu kelompok Hay’at Tahrir al-Syam (HTS), yang disebut-sebut lebih dulu tiba di Ukraina. HTS sendiri oleh PBB masuk list sebagai organisasi teroris. HTN adalah perubahan bentuk dari Jabhah al-Nusra (JN) yang masih “berhubungan darah” dengan al-Qaeda.
Sinyalemen melibatkan tentara bayaran-milisi jaringan organisasi teroris di perang Ukraina, sudah jauh-jauh hari dikemukakan oleh Menlu Suriah, Bashar Jaafari. Ia sudah memperingatkan hal ini. Lantaran Suriah lama mengetahui rencana AS akan mengirim para tentara bayaran ke kawasan konflik lainnya seperti yang terjadi di Afghanistan.
Indonesia pernah bikin sewot AS
Dalam forum sidang PBB, AS pernah dibikin sewot oleh Indonesia. Ketika itu, Indonesia menjadi salah satu negara yang bukan anggota Dewan Keamanan (DK) PBB yang ditunjuk sebagai Presiden DK PBB, jika tidak salah pada Agustus 2020.
Langkah strategis kali pertama Indonesia waktu itu adalah menolak permintaan AS untuk mengembalikan semua sanksi atas Iran. Terang saja, penolakan dari Indonesia tersebut bikin AS kesal.
Kemudian, aksi selanjutnya ketika AS memveto rancangan dari resolusi yang digagas Indonesia mengenai penuntutan, rehabilitasi dan reintegrasi (PRR) teroris. Dalam rancangan itu Indonesia bermaksud untuk dijadikan panduan kepada negara-negara anggota untuk mengembangkan, melaksanakan PRR secara komperehensif.
Maksudnya, perlu strategi matang dalam penuntutan, elemen rehabilitasi dan reintegrasi dengan metode jangka panjang, khususnya untuk melawan ekstremisme dan terorisme.
Rancangan resolusi yang diajukan itu diveto oleh AS, dengan alasan resolusi yang ditawarkan Indonesia tersebut tidak memuat klausul atau pasal tentang pemulangan tawanan ISIS ke negara asal yang disampaikan langsung utusan AS untuk PBB.
AS berargurmen karena anggota ISIS yang ada di kamp-kamp penahanan di kawasan Suriah, kondisinya sangat buruk. Ini sangat berbeda dengan sikap AS terhadap tahanan di kamp Guantanamo. Anehnya lagi, AS meminta negara-negara asal yang warganya tercatat sebagai anggota ISIS diminta menjemput langsung.
Ya begitulah AS, menuduh negara-negara lain melanggar HAM, tapi lupa atau pura-pura lupa atas pelanggaran HAM yang mereka lakukan.
Buat saya, isu pelanggaran HAM yang ditujukan ke Indonesia, hmm…sepertinya proksi.
Apalagi rencana pemboikotan AS terhadap pelaksanaan G20 apabila Vladimir Putin hadir, hanya direspon santai oleh pemerintah Indonesia, dengan jawaban, G20 adalah urusan ekonomi, bukan politik.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
(redaksi)