Ombudsman Kaltim Terima Ratusan Aduan Warga di 2025, Tanda Layanan Publik Masih Bermasalah

POJOKNEGERI.COM — Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur(Kaltim) mencatat sebanyak 188 laporan pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan dugaan maladministrasi di berbagai sektor pelayanan sepanjang tahun 2025.
Hal ini menunjukkan kualitas pelayanan publik di Kaltim masih menyisakan banyak pekerjaan rumah yang membutuhkan pembenahan.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Timur, Mulyadin, menyampaikan bahwa laporan-laporan tersebut datang dari berbagai daerah dan menyasar beragam instansi, mulai dari pemerintah kabupaten/kota hingga satuan pendidikan.
Dari total laporan yang Ombudsman Kaltim terima hingga 22 Desember 2025, sebanyak 161 laporan atau sekitar 85,64 persen telah selesai.
Sementara itu, 27 laporan lainnya masih dalam tahap pemeriksaan lanjutan.
Capaian penyelesaian tersebut, menurut Mulyadin, menunjukkan bahwa mekanisme pengawasan pelayanan publik masih berjalan efektif.
Namun di sisi lain, tingginya jumlah laporan juga menandakan masih kuatnya persoalan maladministrasi yang masyarakat rasakan
“Setiap laporan mencerminkan pengalaman warga yang merasa dirugikan oleh pelayanan publik. Itu menjadi alarm bagi kami sekaligus bagi penyelenggara negara untuk berbenah,” ujar Mulyadin di Samarinda, Senin (22/12/2025).
Berdasarkan jenis maladministrasi, dugaan tidak memberikan pelayanan menjadi aduan yang paling dominan.
Sepanjang 2025, Ombudsman Kaltim mencatat 81 laporan terkait pelayanan yang sama sekali tidak diberikan oleh instansi yang seharusnya melayani masyarakat.
Kondisi ini sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap prinsip dasar pelayanan publik.
“Selain itu, penyimpangan prosedur juga menjadi keluhan yang cukup tinggi dengan total 74 laporan. Praktik ini umumnya terjadi ketika instansi menjalankan layanan tidak sesuai aturan, standar operasional prosedur, atau ketentuan hukum yang berlaku,” jelasnya.
Adapun dugaan perbuatan melawan hukum tercatat sebanyak 42 laporan, sementara kasus penundaan berlarut di mana layanan tidak kunjung selesai tanpa alasan jelas tercatat 22 laporan.
Sebaran Wilayah
Dari sisi sebaran wilayah, Kota Samarinda tercatat sebagai daerah dengan jumlah pelapor terbanyak, yakni 71 laporan.
Posisi kedua yakni Kabupaten Berau dengan 69 laporan, Kemudian Kabupaten Mahakam Ulu sebanyak 18 laporan, serta Kota Balikpapan dengan 11 laporan. Data ini menunjukkan bahwa persoalan pelayanan publik tidak hanya terjadi di wilayah perkotaan, tetapi juga di daerah dengan akses layanan yang lebih terbatas.
Sementara itu, instansi pemerintah daerah, baik pemerintah kota maupun kabupaten menjadi pihak yang paling banyak dilaporkan.
Sepanjang 2025, Ombudsman Kaltim mencatat 137 laporan untuk pemerintah daerah. Hal ini menegaskan bahwa pelayanan publik di level daerah masih menjadi titik rawan maladministrasi.
Menjelang akhir tahun, Ombudsman Kaltim juga menyoroti secara khusus laporan di sektor kepegawaian yang cukup krusial.
“Salah satu kasus yang menjadi perhatian serius adalah dugaan maladministrasi dalam pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) kepada 130 Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Jabatan Fungsional di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Berau,” urainya.
Kebijakan pemberian TPP sebesar 80 persen tersebut tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Mulyadin, persoalan kepegawaian seperti ini berpotensi menimbulkan ketidakadilan, konflik internal birokrasi, serta merusak kepercayaan aparatur terhadap sistem manajemen ASN.
Karena itu, Ombudsman memandang penting untuk memastikan setiap kebijakan kepegawaian berjalan secara transparan dan patuh hukum.
Ombudsman Aktif Lakukan Pengawasan
Tidak hanya menunggu laporan masyarakat, Ombudsman Kaltim juga aktif melakukan pengawasan melalui mekanisme Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS). Sepanjang 2025, salah satu fokus investigasi Ombudsman adalah praktik penggalangan dana di tingkat SMA dan SMK Negeri di Kalimantan Timur.
Investigasi ini dipicu oleh maraknya pungutan biaya wisuda dan kegiatan perpisahan sekolah yang dibebankan kepada orang tua siswa. Dalam banyak kasus, pungutan tersebut dinilai tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan berpotensi melanggar prinsip pendidikan gratis di sekolah negeri.
“Kami melihat fenomena ini terjadi di banyak sekolah. Oleh karena itu, Ombudsman perlu turun langsung untuk memastikan tidak ada penyimpangan prosedur yang merugikan masyarakat,” tegas Mulyadin.
Ia menambahkan, pengawasan terhadap dunia pendidikan menjadi penting karena menyangkut hak dasar warga negara dan masa depan generasi muda. Ombudsman, kata dia, akan terus mendorong agar satuan pendidikan negeri mematuhi aturan serta tidak menjadikan kegiatan seremonial sebagai beban ekonomi bagi orang tua.
Di akhir keterangannya, Mulyadin mengajak masyarakat untuk lebih berani dan aktif menyampaikan laporan apabila menemukan dugaan maladministrasi dalam pelayanan publik. Menurutnya, partisipasi publik merupakan elemen penting dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel.
“Jangan ragu melapor. Setiap aduan yang masuk adalah kontribusi nyata masyarakat untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik di Kalimantan Timur,” pungkasnya.
(tim redaksi)
