POJOKNEGERI.COM - Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) dijadwalkan berlangsung pada akhir Desember mendatang, kalau tidak salah 23-25 Desember 2021. Keputusan itu ditetapkan saat Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar NU yang berlangsung di Jakarta.
Munas Alim Ulama dan Konbes NU kelar, hampir beberapa pekan saya dipertontonkan ragam berita jelang muktamar. Mulai dari persaingan kandidat, hasil survei, isu PMII vs HMI, sampai dukungan dari masing-masing pengurus wilayah NU kepada kandidat tertentu, bahkan adalagi isu tokoh luar NU yang ujug-ujug disuarakan oleh personal tertentu melalui jejaring media sosial, seperti nama Hidayat Nur Wahid dan Ustad Abdul Somad, yang jelas-jelas sudah berbeda pandangan (manhaj al fikr)/ideologi
Memang Muktamar NU akan menjadi perhatian banyak pihak, tidak hanya skala nasional semata, bahkan internasional.
Kenapa demikian? Lantaran NU adalah organisasi terbesar yang berpaham ahlussunnah wal jamaah-annahdliyyah. Banyak kalangan yang menilai NU merupakan bagian dari pertahanan negara, bangsa Indonesia. NU punya rekam jejak panjang keterlibatan dalam mendirikan negara Indonesia.
Dan hampir semua penghadangan atas gempuran ideologi berhadapan langsung dengan NU, jadi alangkah wajar sekali lagi, jika hal yang menyangkut NU, sisi luar akan ikut cawe-cawe.
Sebagaimana teori konflik, jika ingin besar carilah lawan yang besar.
Saya sendiri tidak mau terjebak pada perseteruan isu-isu yang berkembang di media sebagaimana dikemukakan di atas. Justru yang saya khawatirkan, adalah adanya upaya “pembelahan” dari dalam yang bisa saja punya tarikan dengan “faktor eksternal,” melalui “operasi media – sosial media” yang ujungnya justru mendown-grade tokoh-tokoh kaliber NU.
Terlepas ini adalah “euphoria” jelang muktamar, namun tidak ada salahnya kita mengungkap makna-makna yang ada dari kehebohan isu muktamar di tengah publik. Ini juga tidak bisa disalahkan, namanya juga demokrasi dan keterbukaan informasi.
Muktamar NU kali ini memang satu tarikan napas dengan kepentingan pilpres 2024 mendatang, sehingga banyak pihak yang menyorot bahkan sangat concern “menggoreng” ini.
Semisal, perhelatan Muktamar ini ada yang mengait-kaitkan dengan perebutan kekuasaan di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), partai yang dilahirkan oleh NU.
Meski secara tidak langsung premis-premis itu masih sebatas dugaan/asumsi, namun bisa jadi ada benarnya. Belum lagi kepentingan partai politik lainnya terhadap NU. Mengingat begitu banyaknya kader NU berkiprah di partai lain selain PKB.
Agak disayangkan, sempat muncul berita dari salah seorang kader GP Ansor yang langsung menyuarakan agar KH Said Aqil Siroj untuk tidak lagi maju sebagai kandidat ketua umum, dengan alasan regenerasi.
Meskipun pandangan ini positif dan punya niat baik, akan tetapi rasanya kurang pas, alasannya karena GP Ansor adalah salah satu badan otonom NU dan sebagai awam, berita tersebut terlihat sekali kepentingannya mendukung figur KH Yahya Staquf, karena semua orang tahu Ketua Umum PP GP Ansor, Yaqut Kholil Qoumas (Gus Yaqut) adalah saudara kandung Kyai Yahya. Seorang karib saya mengatakan, Kyai Yahya, memiliki pandangan visioner dan di luar mainstream.
Belum lagi rumor yang berkembang, tentang Kyai Said yang didorong maju sebagai capres/cawapres 2024 mendatang, bahkan kabarnya sudah dibentuk tim. Ini juga satu hal “kegenitan” yang justru mendegradasi figuritas Kyai Said, tanpa disadari.
Yang lebih tragis, ketika media mem-framing pernyataan Kyai Said tentang kemerdekaan Palestina, lantas dikaitkan sebagai bentuk sindiran terhadap Kyai Yahya yang pernah melakukan kunjungan ke Vatikan dan Israel. Padahal bisa saja kehadiran Kyai Yahya juga ikut menyuarakan tentang kemerdekaan Palestina.
Jangan sampai gak sadar sebenarnya membelah
Saya pribadi melihat beberapa tahun terakhir, banyak kelompok-kelompok kepentingan mempropagandakan bahwa amaliyah – tradisi NU sudah tidak relevan lagi, hal ini terutama datang dari kelompok-kelompok yang mengampanyekan ideologi non-Pancasila.
Kemudian polanya sempat berubah, dengan menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap tokoh-tokoh NU.
Terakhir kita ingat bagaimana pernyataan KH Said Aqil Siroj yang menyebutkan tidak ada satu ayat pun yang menjelaskan tentang Allah Swt, pernyataan ini langsung “diolah.” Kelompok-kelompok ini ingin memisahkan jamaah NU dan jamiyyah NU, dengan harapan para jamaah NU pudar rasa hormatnya kepada para kyai. Mereka langsung menyerang tokoh-tokoh sentral di NU secara kelembagaan, maupun kultural.
Diduga pihak/kelompok-kelompok ini akan terus menganggu NU, bahkan menyusup ke dalam, tidak lagi bergerak di luar NU. Belakangan kelompok-kelompok ini meluas, selain yang berbeda pandangan (ideologi), upaya “pembelahan” diduga juga dilakukan oleh “kelompok kepentingan” lainnya.
Silahkan berkompetisi, silahkan ber-euforia, silahkan berpendapat, silahkan dukung mendukung, hanya saja, jangan sampai semuanya ini justru menjadi “kegenitan” – “operasi” yang tidak disadari dengan tujuan menurunkan kewibawaan para kyai-kyai NU, dan NU secara kelembagaan.
Ditulis oleh Sonny Majid, Pembelajar dari Lingkar Kaji Isu-Isu Strategis
(redaksi)