
POJOKNEGERI.COM – Pemrintah Kota Samarinda memperkuat sinergio dengan DPR dalam merumuskan kebijakan ketenagakerjaan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial yang lebih inklusif dan berkeadilan.
Hal ini tercermin saat Wali Kota Samarinda, Andi Harun menerima kunjungan kerja Komisi IX DPR RI di Ruang Rapat Integritas Inspektorat Kota Samarinda, Senin (10/11/2025).
Pada kesempatan itu, Andi Harun menyampaikan apresiasi atas kunjungan Komisi IX DPR RI dan menyebutnya sebagai momen penting bagi Samarinda untuk memberi masukan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan yang saat ini dalam proses pembahasan di DPR RI.
“Pertemuan ini sangat strategis bagi kami di daerah. Samarinda kini menjadi kota penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN) dengan dinamika ketenagakerjaan yang semakin kompleks,” kata Andi Harun.
Ia menjelaskan, pergeseran struktur ekonomi Samarinda dari sektor pertambangan menuju pusat logistik dan ekspor telah menciptakan tantangan baru bagi tenaga kerja.
“Perubahan ekonomi ini tidak hanya soal angka pertumbuhan, tapi juga harus memastikan kesejahteraan pekerja berjalan beriringan,” ujarnya.
Andi Harun menyoroti pula peran Pelabuhan KSOP Samarinda, yang kini mencatat pendapatan tertinggi kedua secara nasional setelah Pelabuhan Tanjung Priok.
“Jalur Sungai Mahakam adalah nadi utama aktivitas ekspor Kalimantan Timur. Samarinda kini bukan hanya gerbang ekonomi, tapi simpul penting dalam rantai logistik nasional,” tegasnya.
“Karena itu, kami ingin memastikan pertumbuhan ekonomi cepat ini juga beriringan dengan kesejahteraan tenaga kerja yang berkeadilan,” lanjutnya
Afirmasi Tenaga Kerja Lokal dan Pembatasan Outsourcing
Dalam forum tersebut, Wali Kota Andi Harun menilai momentum kunjungan Komisi IX sebagai kesempatan strategis untuk menyuarakan masukan substantif terhadap revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Menurutnya, ada tiga poin utama yang perlu menjadi perhatian:
1. Afirmasi terhadap tenaga kerja lokal.
2. Pembatasan sistem outsourcing.
3. Peningkatan peran pemerintah daerah dalam pengawasan ketenagakerjaan.
“Kami menekankan agar sistem outsourcing hanya berlaku pada pekerjaan penunjang atau non-core business. Kalau pekerjaan inti yang langsung berkaitan dengan produksi atau jasa utama perusahaan, itu tidak boleh di outsourcing-kan,” kata Andi Harun.
Ia menilai kebijakan tegas soal tenaga kerja lokal akan membawa manfaat berlapis.
“Kalau regulasi mendatang mengatur kuota tenaga kerja lokal minimal 60–70 persen untuk posisi non-manajerial, maka ada tiga dampak besar yang langsung terasa: stabilitas sosial meningkat, kesejahteraan keluarga pekerja naik, dan masyarakat lokal ikut aktif dalam pembangunan ekonomi,” jelasnya.
Dorong Pelibatan Daerah dalam Pengawasan Tenaga Kerja
Andi juga menyoroti pentingnya pelimpahan sebagian peran pengawasan ketenagakerjaan kepada pemerintah daerah tanpa mengabaikan sistem supervisi nasional.
“Kami berharap pemda diberikan peran optimal, misalnya dalam mediasi perselisihan, pelaksanaan upah minimum, hingga pengawasan hak lembur,” katanya.
“Pelibatan daerah bukan berarti mengambil alih kewenangan pusat, tapi justru mempercepat respons terhadap persoalan di lapangan.”
Ia menyinggung bahwa sejak ratifikasi Konvensi ILO Nomor 81 tentang pengawasan ketenagakerjaan, kewenangan pengawasan ditarik ke pusat melalui UU Nomor 21 Tahun 2003 dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Tujuannya baik, untuk menjamin standar nasional. Tapi jika daerah dilibatkan dalam sistem pengawasan terintegrasi, efektivitas dan kecepatan penyelesaian masalah di lapangan akan meningkat,” ujarnya.
Usulan Tambahan Komponen Kebutuhan Hidup Layak
Selain soal ketenagakerjaan, Andi Harun juga mengusulkan penambahan tiga komponen baru dalam perhitungan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), yakni perumahan, transportasi, dan pangan khas daerah.
“Selama ini, komponen sewa rumah dihitung berdasarkan nilai minimum. Kami berharap ke depan dihitung berdasarkan rata-rata sewa di lingkungan pekerja agar lebih realistis,” katanya.
Ia menutup sambutannya dengan penegasan bahwa semua masukan ini bertujuan untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial.
“Kita ingin memastikan bahwa pembangunan Samarinda sebagai kota penyangga IKN tidak hanya berorientasi pada investasi, tapi juga pada kualitas hidup dan martabat pekerja lokal,” ujar Andi Harun.
(*)

