"Pada saat pihak lain, Ketua DPR menyatakan atas nama bangsa Indonesia, menurut saya itu adalah sebuah catatan sejarah yang salah, karena itu saya koreksi hari inidan disampaikan bahwa atas nama bangsa Indonesia hanya kepada presiden dan wakil presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara," ujarnya.
"Nilai-nilai itu dijaga, di mana yang kita respect atas nama," lanjutnya lagi.
Sementara itu, pihak dari DPD PDIP NTT justru menilai kritik Viktor Laiskodat salah alamat dan tidak beralasan.
Pihak PDIP beralasan bahwa rumusan naskah ikrar setia pada Pancasila merupakan naskah yang disusun secara protokoler kenegaraan.
“Rumusan naskah ikrar Pancasila disusun secara protokoler kenegaraan. Naskah itu bukan hanya dibacakan oleh Puan Maharani 1 Oktober 2021 lalu. Ditahun sebelumnya pada peringatan Hari Kesaktian Pancasila tahun 2017 lalu naskah tersebut juga dibacakan Wakil Ketua DPR RI, kala itu bapak Fahri Hamzah. Narasinya sama, memuat narasi Atas Nama Bangsa Indonesia," kata Sekretaris DPD PIDIP NTT Yunus Takandewa dikutip dari Gatra.
Yunus menegaskan naskah itu bukan disusun secara pribadi oleh Puan Maharani, tetapi disusun secara protokoler berdasarkan esensi kenegaraan.
“Karena itu kami merasa aneh Gubernur NTT mempersoalkan naskah yang dibacakan ketua DPR RI, Puan Mahrani. Posisi ibu Puan hanyalah sebagai pembaca naskah ikrar yang dipersiapkan oleh penanggungjawab upacara,” jelas Yunus.
Naskah itu jelas Yunus disiapkan oleh pihak protokoler sebagai penyelenggara upacara. Keseluruhan susunan acara yang dibuat penanggungjawab penyelenggara menjadi satu kesatuan pokok yang telah ditetapkan untuk diikuti peserta upacara termasuk pembagian tugas pembacaan ikrar.