POJOKNEGERI.COM - Sidang rasuah dengan terdakwa Ahmad Zuhdi selaku pemberi suap eks Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Abdul Gafur Masud kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda, Kamis (14/4/2022) kemarin.
Pada persidangan ketiga ini, Majelis Hakim yang diketuai Muhammad Nur Ibrahim yang didampingi Heriyanto dan Fauzi Ibrahim dengan Perkara nomor 23/Pid.Sus-TPK/2022/PN Smr beragendakan pemeriksaan saksi terhadap terdakwa Ahmad Zuhdi selaku Direktur Utama PT Borneo Putra Mandiri.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan lima orang saksi, yang masing-masingnya ialah Kabid Bina Marga Dinas PU PPU Petriandy P Pasulu, Kabid Cipta Karya Ricci Firmansyah, Staff Bina Marga yang juga Plt Kepala Seksi Pengairan Darmawan, Kasubag Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Kabupaten PPU Abdul Halim, dan Staff Pengadaan Barang dan Jasa Raditya.
Petriandy P Pasulu menjadi orang pertama yang memberikan keterangannya dalam ruang sidang.
Jaksa mencecar pertanyaan satu persatu mulai dari tugas pokok dan fungsi dalam ruang lingkup Bina Marga, hingga penjelasan dari Jabatan tambahan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di bidang Bina Marga.
"Di PPK, nilai di bawah Rp 50 miliar langsung di bawah kuasa pengguna anggaran," ucap Ryan sapaannya.
Ryan mengaku mengenal Terdakwa Ahmad Zuhdi selaku kontraktor ulung di PPU. Dirinya pun mengaku sering berkomunikasi.
"Dia pemborong yang besar dan sering dapat proyek, saya mengakui bahwa dia (Ahmad Zuhdi) pernah ada pekerjaan di Bidang Bina Marga," ucapnya.
Dirinya juga mengaku pada proses lelang proyek terdapat pengkondisian untuk memenangkan calon tertentu. Dengan istilah pengantin yakni ialah calon yang nantinya akan dimenangkan.
"Saya pernah diinformasikan oleh Kepala Dinas untuk menangkan si Ahmad Zuhdi," terangnya.
Namun, dirinya mengaku tak terlibat dalam tindakan yang dilakukan Ahmad Zuhdi, terkhusus pada permintaan fee sebesar 2,5 persen yang disampaikan oleh Kadis PU PPU.
Ia juga pernah mendapat bantuan dana dari Ahmad Zuhdi. Terhitung beberapa kali yang dikirimkan melalui rekening mertuanya. Dari bantuan ketika dirinya terkena Covid-19, operasional Bina Marga, hingga saat ulang tahun PU.
Dirinya mengaku bahwa Terdakwa Ahmad Zuhdi memiliki hubungan dekat dengan Bupati. Dan ketika dilakukan Operasi Tangan Tangan (OTT) dulu, Ryan akui sempat syok dan membuang handphone miliknya ke laut. Ini pun dilakukan bersama dua orang temannya.
Menanggapi keterangan Ryan, Ahmad Zuhdi keberatan. Terkhusus pada permintaan fee sebesar 2,5 persen yang disampaikan oleh Kadis PU sejatinya disaksikan pula oleh Ryan.
Saksi selanjutnya yakni, Kabid Cipta Karya Ricci Firmansyah yang memberikan keterangan di hadapan Majelis Hakim.
Ricci mengaku pernah bertemu dengan orang kepercayaan Bupati PPU, yang kemudian menerima informasi untuk dapat meminta jatah non teknis kepada kontraktor. Non teknis yang dimaksud yaitu fee.
Ricci pula yang bersama dengan saksi Ryan membuang handphonenya ke laut akibat panik.
"Iya, saya ikut buang HP karena panik. Soalnya dapat telfon ancaman. 'tunggu waktunya aja kalian sama kaya Pak Edi (Kadis PU)," ucap Ricci menirukkan panggilan orang tidak dikenal tersebut, sebelum membuang smartphone miliknya ke laut.
Ricci juga mengaku atas perintah Kadis PU dirinya pernah meminta uang kepada Terdakwa Ahmad Zuhdi pada perayaan HUT PPU. Yang akhirnya diberikan bantuan berupa uang cash sebesar Rp 25 juta.
Untuk saksi Darmawan, merupakan orang kepercayaan dari Kadis PU. Dirinya mengaku pernah menerima uang dari Ahmad Zuhdi untuk diberikan kepada Kabid Bina Marga (Ryan) sebanyak tiga hingga lima kali.
"Uang itu dari Zuhdi untuk pak Kabid (Ryan)," tuturnya.
Kemudian Saksi Abdul Halim dan Raditya dalam memberikan keterangannya mengaku bahwa Ahmad Zuhdi merupakan orang dekat dan memiliki atensi khusus dari Bupati AGM. Sehingga Zuhdi sering diberikan keistimewaan agar dapat memenangkan proyek di PPU.
Persidangan kali ini berjalan cukup panjang yakni sekitar lima jam. Dan nantinya persidangan akan dilanjutkan pada Kamis 21 April 2022, dengan agenda pemeriksaan saksi lagi.
Diketahui, kronologis dalam dakwaan yakni bahwa pada medio Juni 2020 hingga Desember 2021, bertempat di Kabupaten PPU dan di Hotel Aston Samarinda Ahmad Zuhdi memberi sesuatu berupa uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp 2 miliar atau lebih tepatnya Rp 2.617.000.000 miliar, kepada Bupati AGM kemudian kepada Muliadi selaku Plt Sekda PPU sehanyak Rp 22 juta.
Tak hanya itu, aliran dana juga diberikan kepada Edi Hasmoro sebagai Kepala Dinas PUPR PPU sebanyak Rp 412 juta yang diberikan berjenjang dari 2020 hingga Januari 2022.
Selanjutnya Jusman selaku Kabid Sarana dan Prasarana pada Dinas Pendidikan dan Olahraga Pemerintah Kabupaten PPU tahun 2020 sampai dengan Januari 2022 juga sejumlah Rp 33 juta dan Asdarussalam selaku Dewan Pengawas PDAM Danum Taka Kabupaten PPU sebesar Rp 150 juta.
Atas sejumlah aliran dana tersebut, eks Bupati AGM yang telah mengatur beberapa paket pekerjaan tahun anggaran 2020 dan 2021 Pemkab PPU akhirnya dimenangkan kepada terdakwa Ahmad Zuhdi.
Hal tersebut bertentangan dengan kewajiban Abdul Gaffur Masud selaku Bupati Kabupaten PPU sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang RI (UU RI) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Pasal 76 ayat (1) huruf e UU RI No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UU RI No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah serta bertentangan dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf h Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Dari sejumlah uang yang telah dikeluarkan, Ahmad Zuhdi selanjutnya mendapatkan 15 paket pengerjaan dari Dinas PUPR dan Disdikpora Pemkab PPU pada Tahun 2021 dengan total nilai kontrak sebesar Rp118.007.430.849 miliar.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
(redaksi)