POJOKNEGERI.COM - Ketika apa yang disebut adil dan tidak adil semata hanya ditentukan oleh aparat penegak hukum dan penguasa dengan landasan pasal-pasal Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), maka masyarakat akan selalu menjadi korban kriminalisasi.
Kriminalisasi adalah bentuk perilaku hukum atas tindakan yang bukan merupakan tindak pidana, kemudian menjadi seolah-olah tindak pidana. Kepada masyarakat yang melakukan perjuangan untuk membela haknya lewat berbagai tindakan, kemudian dikenakan penetapan paksa sebagai tindak pidana, pelaku kejahatan.
Tindakan membungkam perjuangan rakyat untuk memperoleh haknya yang dirampas lewat upaya kriminalisasi terus terjadi di mana-mana.
Hukum yang tajam dari atas ke bawah tak henti dipertontonkan, menjadi alat provokasi agar masyarakat frustasi, hingga terpancing bertindak anarki sehingga semakin mudah untuk dikriminalisasi.
Aktivitas pertambangan batubara yang dilakukan oleh PT Energi Batu Hitam bersama kontraktornya PT Riung Mitra Lestari, di Kampung Dingin dan Kampung Lotaq, Kecamatan Muara Lawa, Kabupaten Kutai Barat, telah merusak ekosistem Sungai Payang dan Sungai Dingin Bawang Jangang, hingga lahan masyarakat di sekitarnya juga terdampak.
Selain melakukan aktivitas yang menyebabkan kerusakan sungai dan lahan, PT Energi Batu Hitam juga membangun Gudang Bahan Peledak tanpa berkonsultasi dengan masyarakat, sehingga menimbulkan potensi ancaman bahaya bagi kegiatan masyarakat dalam berladang.
Sejak Juli 2022, warga bersama pendampingnya (Ibu Erika Siluq, Ibu Priska, Bapak Misen, Bapak Dominikus, Bapak Ferdinan, dan lainnya), menyampaikan keberatan kepada PT Energi Batu Hitam dan melaporkan masalah kerusakan lingkungan kepada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kutai Barat.
Namun, belum ada penyelesaian yang memuaskan sesuai janji PT Energi Batu Hitam atas tuntutan masyarakat tersebu. Bahkan pada tanggal 11 Maret 2023, Polisi Resort Kutai Barat justru menetapkan warga dan pendampingnya (Ibu Erika, Ibu Priska, Bapak Misen, Bapak Ferdinan, dan Bapak Dominikus) sebagai tersangka dengan memakai pasal 335 ayat 1; pasal 167 ayat 1; dan pasal 1 ayat 1 UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Tajam.
Pihak kepolisian lebih menanggapi keluhan perusahaan tambang, karena warga ketika melakukan demonstrasi ke perusahaan membawa senjata tajam sebagai aksesoris pakaian adat mereka, ketimbang membela hak rakyat dan kerusakan lingkungan, serta ancaman bahaya bahan peledak yang diakibatkan oleh operasi perusahaan tambang.
Oleh karena itu, melalui seruan solidaritas ini, kami mengajak seluruh elemen masyarakat sipil yang meliputi media, organ mahasiswa, organisasi masyarakat sipil, organisasi tani, organisasi warga desa, dan lainnya untuk mendesak Pemerintah Pusat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah Daerah, dan Kepolisian, untuk:
1. Menghentikan operasi pertambangan PT Energi Batu Hitam di Kecamatan Muara Lawa
2. Memulihkan kerusakan akibat operasi tambang PT Energi Batu Hitam di Kampung Lotaq dan Kampung Dingin, serta Sungai Payang dan Sungai Dingin Bawang Jangang
3. Memenuhi janji atau komitmen PT Energi Batu Hitam terhadap masyarakat Kampung Lotaq dan Kampung Dingin
4. Mengembalikan barang milik masyarakat yang disita oleh Polres Kutai Barat
5. Membebasakan warga dan pendampingnya yang ditetapkan sebagai tersangka (Ibu Erika, Ibu Priska, Bapak Misen, Bapak Ferdinan, dan Bapak Dominikus)
Artikel merupakan seruan solidaritas untuk warga Kampung Dingin dan Kampung Lotaq, Kecamatan Muara Lawa, Kabupaten Kutai Barat oleh SOLIDARITAS UNTUK SUNGAI PAYANG
(redaksi)