Perburuan kepala manusia ini memakan banyak korban dari pihak Inggris.
Menurut teori sejarah, praktik tersebut dilakukan untuk mencari kekuatan jiwa.
Suku pedalaman Papua menjadikan kepala buruannya sebagai simbol kekuatan dan biasa dipajang di pemukiman.
Praktik perburuan kepala ini tentu saja membuat resah pemerintah kolonial Inggris kala itu.
Mereka kemudian merancang solusi agar tidak menjadi korban setiap kali berpatroli.
Inggris sebenarnya sempat melakukan pembasmian terhadap suku pedalaman tersebut pada 1893.
Namun mereka kesulitan mengingat medan hutan yang sangat lebat dan keberadaan suku pedalaman yang sulit terdeteksi.
Selain itu, Inggris merasa tidak leluasa karena tak bisa melewati wilayah yang dikuasai Belanda.
Akhirnya, Inggris mengajak Belanda untuk membuat kesepakatan ulang tentang perbatasan wilayah jajahan mereka.
Kedua bangsa Eropa itu sepakat perbatasan di bagian yang bermasalah akan dibuat melengkung ke kiri, menyesuaikan bentuk Sungai Fly.
Meski kesepakatan itu membuat wilayah Belanda berkurang, namun Inggris memberikan kompensasi dengan menarik mundur garis perbatasan di bagian selatan.
Berkat kesepakatan itu, Inggris menjadi leluasa berpatroli dengan kapal menyusuri Sungai Fly tanpa harus melewati perbatasan Belanda.
Dengan berpatroli di atas sungai, Inggris jadi lebih mudah melawan suku pemenggal kepala tersebut.
(redaksi)