POJOKNEGERI.COM - Presiden Suriah Bashar al-Assad digulingkan dan tumbang. Ini terjadi setelah 11 hari serangan pemberontak berlangsung di negeri itu.
Lalu bagaimana kronologi dan penyebabnya? Benarkah ada bantuan Israel?
Berikut fakta terbaru dirangkum dari AFP dan Reuters, sebagaimana dikutip dari CNBC.
Kronologi dan Penyebab
Pemberontak Suriah yang dipimpin kelompok kelompok Islamis Hayat Tahrir al-Sham (HTS) telah menggulingkan Bashar al-Assad. Ini setelah serangan kilat yang dalam waktu kurang dari dua minggu telah membuat kota-kota besar lepas dari tangan pemerintah, yang berpuncak pada perebutan ibu kota Damaskus oleh pemberontak pada hari Minggu.
Serangan pertama dimulai di Aleppo 27 November. HTS sendiri memang merupakan kelompok yang menguasai sebagian besar wilayah barat laut Idlib dan beberapa bagian dari provinsi tetangga Aleppo, Hama, dan Latakia.
Setelah Aleppo dikuasai, HTS mulai masuk ke Hama di 3 Desember dan menguasai kota itu 5 Desember. Di 7 November pemberontak menguasai kota Homs dan merebut Damaskus 8 Desember.
Aron Lund, seorang peneliti di lembaga pemikir Century International, mengatakan kepada AFP minggu ini bahwa "faktor utama" dalam keberhasilan pemberontak adalah "kelemahan rezim dan berkurangnya bantuan internasional untuk Assad".
Assad sangat bergantung pada dukungan militer, politik, dan diplomatik dari sekutu utama Rusia dan Iran.
"Pekerjaan pemimpin pemberontak Islam (HTS) Abu Mohammed al-Jolani dalam membangun lembaga dan memusatkan sebagian besar pemberontakan di bawah kendalinya sendiri juga merupakan bagian besar dari cerita ini", tambahnya.
Perlu diketahui perang saudara Suriah dimulai dengan tindakan keras rezim Bashar al-Assad terhadap protes antipemerintah pada tahun 2011. Garis depan sebagian besar tidak berubah selama empat tahun terakhir, hingga pemberontak melancarkan serangan besar-besaran.
Selain itu, minimnya gaji tentara juga menjadi masalah lain sementara banyak pemuda menghindari wajib militer. Ini membuat mereka setengah hati mendukung Bashar Al-Assad.
"Sejak 2011, tentara Suriah menghadapi pengurangan tenaga kerja, peralatan, dan moral," kata David Rigoulet-Roze dari Institut Prancis untuk Urusan Internasional dan Strategis merujuk ekonomi Suriah yang carut-marut.
Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS) Suriah Buka Suara
Pemimpin pemberontak Suriah Hayat Tahrir al-Sham memuji kemenangan mereka sebagai hal yang bersejarah pada hari Minggu. Ia mengatakan di sebuah masjid bersejarah di Damaskus setelah merebut ibu kota dari kendali pemerintah dalam waktu kurang dari dua minggu.
"Kemenangan ini, saudara-saudaraku, bersejarah bagi kawasan ini," kata Abu Mohammed al-Jolani, yang sekarang menggunakan nama aslinya Ahmed al-Sharaa, dalam sebuah pidato di Masjid Umayyah.
"Pengambilalihan oleh pemberontak juga merupakan kemenangan bagi seluruh negara Islam", dalam pernyataan video yang dibagikan oleh pemberontak di Telegram.
"Hari ini, Suriah sedang dimurnikan. kemenangan ini lahir dari orang-orang yang telah mendekam di penjara, dan para mujahidin (pejuang) telah memutuskan rantai mereka," tegasnya.
Ditegaskannya bahwa Suriah di bawah Assad telah menjadi tempat bagi "ambisi Iran, tempat sektarianisme merajalela," mengacu pada sekutu Assad, Iran, dan proksi Lebanonnya, Hizbullah. Saat ia memasuki masjid, kerumunan terlihat menyemangatinya dan meneriakkan dengan kata "Allahu akbar (Tuhan Maha Besar)", merujuk video yang tersebar secara daring.
HTS sebanrnya berakar pada cabang Al-Qaeda di Suriah, yang memutuskan hubungan dengannya pada tahun 2016.
Dianggap sebagai organisasi teroris oleh pemerintah Barat, HTS telah berupaya melembutkan citranya dalam beberapa tahun terakhir.
HTS beraliran Islam Sunni. Sementara Bahar al-Assad adalah kelompok Syiah.
Lebih dari 900 Orang Tewas
Sementara itu, lebih dari 900 orang termasuk 138 warga sipil telah tewas sejak pemberontak Suriah melancarkan serangan besar 11 hari lalu, yang berpuncak pada penguasaan mereka atas Damaskus. Syrian Observatory for Human Rights yang berbasis di Inggris mengatakan bahwa data telah terdokumentasi, sejak serangan awal pemberontak pada tanggal 27 November,
"910 orang tewas," tegas lembaga itu.
"Jumlah korban termasuk 138 warga sipil, 380 tentara Suriah dan pejuang sekutu, dan 392 pemberontak," tambahnya.
Bantuan Israel?
Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu pada hari Minggu mengklaim jatuhnya Bashar al-Assad di Suriah sebagai akibat langsung dari tindakan Israel di wilayah tersebut. Berbicara di bawah tekanan domestik yang meningkat atas nasib sandera Israel di Gaza dan pengadilan korupsi, Netanyahu mengatakan kematian Assad adalah akibat langsung dari pukulan yang telah Israel lakukan terhadap Iran dan Hizbullah, pendukung utama Assad.
Netanyahu memang memperingatkan Assad pada tanggal 27 November, hari dimulainya serangan pemberontak Suriah.
Ia mengatakan rezim itu telah "bermain api" dengan mendukung Hizbullah dan membantu mentransfer senjata ke Lebanon.
Menurut seorang peneliti di Institut Studi Keamanan Nasional di Tel Aviv, Danny Citrinowicz, meskipun benar Israel membantu memicu berbagai peristiwa di Suriah, pernyataan Netanyahu tak sepenuhnya benar. Jatuhnya Assad merupakan konsekuensi yang tidak diinginkan.
"Jelas bahwa apa yang dilakukan Israel telah menyebabkan hal itu, tetapi saya ragu mereka memiliki strategi untuk melakukannya," katanya.
"Ia tidak pernah tahu bahwa Jolani bermaksud untuk memulai serangan," kata Citrinowicz, merujuk pada Abu Mohammed al-Jolani, kepala kelompok pemberontak Islamis yang memimpin serangan di Suriah.
Para analis juga menunjuk Rusia, pendukung militer utama rezim Bashat al-Assad, yang teralihkan oleh Ukraina sebagai faktor yang menyebabkan lain. Ini pun sesuatu yang berada di luar kendali Netanyahu.
"Ini seperti domino... Anda menjatuhkan yang pertama lalu yang kedua jatuh dan seterusnya," menurut pendapat lain, seorang analis di Meir Amit Center dan mantan perwira intelijen militer, Aviv Oreg, yang melihat memang ada pengaruh Israel.
"Hizbullah memiliki banyak sekali pasukan di Suriah dan sekarang mereka telah pergi atau pindah," katanya.
(*)