Penandatanganan MoU Pidana Kerja Sosial, Samarinda Siap Jalankan Skema Baru Pemidanaan

POJOKNEGERI.COM – Wali Kota Samarinda Andi Harun menghadiri penandatanganan MoU penerapan pidana kerja sosial (PKS) antara Kejaksaan Tinggi Kaltim, Pemerintah Provinsi Kaltim, dan seluruh pemerintah kabupaten/kota se-Kaltim, Selasa (9/12).
Agenda ini berlangsung di Ruang Ruhui Rahayu Lantai 1, Kantor Gubernur Kaltim, Selasa (9/12/2025).
Ini menandai kesiapan daerah untuk mengimplementasikan ketentuan pidana kerja sosial sebagaimana yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional.
Andi Harun mengatakan bahwa kerja sama tersebut menjadi langkah awal untuk memastikan sejumlah substansi hukum baru dalam KUHP dapat terapkan secara menyeluruh dan terukur. Salah satu yang menjadi perhatian utama adalah perubahan paradigma pemidanaan, yang kini menekankan pendekatan keadilan restoratif dan rehabilitatif.
“Paradigma pemidanaan kita sedang bergerak dari pendekatan retributif menuju pemulihan sosial. Ini perubahan yang besar dan harus pemangku kepentingan pahami,” kata Andi Harun.
Salah satu substansi penting yang akan mulai berlaku adalah Pidana Kerja Sosial, sebagaimana tertuang dalam Pasal 65 KUHP Nasional. Pidana ini menjadi alternatif dari pidana pokok, terutama untuk pelanggaran dengan ancaman pidana jangka pendek.
“Pidana kerja sosial itu merupakan alternatif dari pokok pidana, khususnya untuk putusan tindak pidana yang berdurasi pendek, maksimal enam bulan,” jelasnya.
Ia menerangkan, sebelum hakim menjatuhkan pidana kerja sosial, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi sebagaimana diatur dalam Pasal 100 ayat 1 KUHP. Beberapa di antaranya:
– Tindak pidana yang dilakukan memiliki ancaman pidana penjara maksimal 6 bulan.
– Calon terpidana wajib menyatakan kesediaan secara sukarela untuk menjalani pidana kerja sosial.
– Ada penilaian kelayakan dari Pengawas Kemasyarakatan (PK), termasuk faktor kesehatan, usia, dan karakter perbuatan pidana.
Adapun durasi pidana kerja sosial dapat dikonversi hingga maksimum 240 jam, dengan ketentuan pelaksanaannya tidak lebih dari dua jam per hari.
Solusi Kurangi Beban Lembaga Pemasyarakatan
Menurut Andi Harun, sanksi alternatif ini tidak hanya memberikan manfaat bagi pelaku yang perbuatannya tergolong ringan, tetapi juga mengurangi beban lembaga pemasyarakatan serta memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat.
Dalam implementasinya nanti, Pemkot Samarinda bersama pemerintah kabupaten/kota lainnya akan menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemidanaan Kerja Sosial. SOP ini akan menjadi pedoman agar pelaksanaan pidana tetap menghormati martabat dan hak asasi manusia.
“Prinsipnya adalah pemulihan sosial. Tidak boleh merendahkan martabat, melanggar HAM, atau memberatkan secara fisik bagi terpidana. Itu harus dijaga,” tegas Andi Harun.
Ia menjelaskan bahwa lokasi pelaksanaan pidana kerja sosial nantinya berada di perangkat daerah. Sementara pelaksanaan eksekusi putusan akan berada di bawah pengawasan kejaksaan.
Dalam penjelasannya, Andi Harun menegaskan mengapa kejaksaan memiliki peran dominan dalam proses ini. Kejaksaan memiliki fungsi pengendalian perkara mulai dari penyelidikan hingga penuntutan. Termasuk di dalamnya fungsi screening dan diversion terhadap setiap kasus yang masuk.
Kejaksaan berwenang menilai apakah suatu perbuatan layak mendapat tututan sebagai tindak pidana atau tidak, berdasarkan unsur mens rea (niat jahat) dan actus reus (perbuatan konkret).
“Kalau terpenuhi keduanya, maka itu tindak pidana. Tapi kalau salah satu tidak terpenuhi, maka bukan pidana,” jelasnya.
Dalam kasus pidana ringan dengan ancaman hingga 6 bulan, jaksa dapat mengusulkan pidana kerja sosial kepada majelis hakim. Namun hal ini tetap bergantung pada:
– Persetujuan terpidana,
– Penilaian kelayakan oleh Pengawas Kemasyarakatan,
– Dan karakter tindak pidana yang dilakukan.
Tidak semua perkara dengan ancaman 6 bulan otomatis ke pidana kerja sosial. Faktor seperti usia pelaku, kondisi kesehatan, besaran dampak perbuatan, hingga risiko sosial tetap menjadi pertimbangan.
Pemda Siap Menyusun SOP Teknis
Andi Harun mengungkapkan bahwa pemerintah daerah akan segera menyusun SOP teknis sebagai tindak lanjut dari MoU ini. Ia menekankan pentingnya kesamaan standar pelaksanaan pidana kerja sosial di seluruh kabupaten/kota di Kalimantan Timur.
“Tempat pelaksanaan pidana nanti berada di perangkat daerah. Jadi SOP-nya harus jelas, terukur, dan tidak boleh menimbulkan masalah baru,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah daerah juga perlu menyiapkan fasilitas pendukung, sistem pelaporan, serta koordinasi berkelanjutan dengan kejaksaan.
Mengakhiri keterangannya, Andi Harun menyebut bahwa penerapan pidana kerja sosial merupakan salah satu wujud reformasi besar dalam sistem pemidanaan Indonesia. Pergeseran paradigma dari penghukuman menuju pemulihan menjadi tonggak penting dalam upaya menjadikan hukum lebih manusiawi dan relevan dengan kebutuhan sosial.
Dengan adanya kolaborasi erat antara kejaksaan, pemerintah daerah, dan aparat terkait, ia berharap implementasi KUHP Nasional dapat berjalan optimal di Samarinda dan seluruh wilayah Kalimantan Timur.
“Ini perubahan besar. Kita ingin memastikan pelaksanaan pidana tidak hanya memberi efek jera, tetapi juga memberikan kontribusi positif bagi masyarakat,” tutupnya.
(*)

