
POJOKNEGERI.COM – Politisi PDIP Ribka Tjiptaning dilaporkan ke Bareskrim Polri.
Laporan ini dibuat Aliansi Rakyat Anti Hoaks (ARAH) karena Ribka Tjiptaning mempertanyakan gelar pahlawan yang diberikan kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto.
Selain itu Ribka Tjiptaning juga menyebut Soeharto sebagai pembunuh jutaan rakyat.
“Kami datang ke sini untuk mengadukan pernyataan salah satu politisi dari PDIP yaitu Ribka Tjiptaning yang menyatakan bahwa Pak Soeharto adalah pembunuh terkait polemik pengangkatan almarhum Soeharto sebagai pahlawan nasional,” kata Koordinator ARAH, Iqbal kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (12/11/2025).
Iqbal mengatakan, pernyataan itu disampaikan Ribka ke media pada Selasa (28/10) lalu.
“Ribka Tjiptaning menyatakan bahwa Soeharto itu adalah pembunuh jutaan rakyat,” sambungnya.
Menurut Iqbal, pernyataan Ribka tidak berdasar. Sebab, lanjut dia, tak pernah ada putusan resmi dari pengadilan yang menyatakan Soeharto terbukti membunuh jutaan rakyat.
“Apakah ada putusan hukum atau putusan pengadilan yang menetapkan bahwa almarhum Presiden Soeharto melakukan pembunuhan terhadap jutaan masyarakat?” ucapnya.
Karena itu, dia menilai ucapan Ribka akan menyesatkan jika dibiarkan. Iqbal menyatakan turut menyertakan sejumlah video untuk mendukung aduannya.
“Informasi seperti ini lebih menjurus kepada ujaran kebencian dan berita bohong. Kalau dibiarkan tentu akan menyesatkan informasi publik,” tutur dia.
Ribka Tjiptaning Kritik Pemberian Gelar Pahlawan ke Soeharto
Sebelumnya, Ribka Tjiptaning mengkritik rencana pemerintah memberi gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto. Dia mengatakan secara pribadi menolak keras rencana tersebut.
“Sudah ngomong di beberapa media loh. Kalau pribadi, oh, saya menolak keras. Iya kan? Apa sih hebatnya si Soeharto itu sebagai pahlawan hanya bisa memancing, eh apa membunuh jutaan rakyat Indonesia,” ujar Ribka kepada wartawan di Sekolah PDIP Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa (28/10).
Dia menilai Soeharto tak pantas dijadikan pahlawan nasional. Sebab, kata Ribka, Soeharto merupakan pelanggar HAM.
“Udahlah, pelanggar HAM, membunuh jutaan rakyat. Belum ada pelurusan sejarah, udahlah nggak ada pantasnya dijadikan pahlawan nasional,” tuturnya.
Penetapan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional
Presiden Prabowo Subianto memberikan gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto.
Penganugerahan gelar pahlawan nasional berlangsung di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025).
Dasar hukum penganugerahannya adalah Keputusan Presiden Nomor 116TK Tahun 2025.
Prosesi digelar bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional pada hari ini.
Prabowo menyerahkan langsung secara simbolis gelar pahlawan nasional ini ke putra ke-3 Soeharto, Bambang Trihatmodjo.
Turut hadir anak Soeharto yang lain, Siti Hardijanti atau Tutut Soeharto.
Soeharto menjabat sebagai Presiden RI selama 32 tahun. Kepemimpinannya dimulai ditandai dengan surat perintah 11 Maret 1966 hingga pecahnya reformasi pada 1998.
Pemberian Gelar Pahlawan ke Soeharto Dikritik Komnas HAM
Pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto mendapat kritikan dari berbagai pihak.
Salah satu kritikan juga datang dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah memberikan tanggapannya soal pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto.
Anis Hidayah mengatakan pemberian gelar itu mencederai fakta sejarah dari pelbagai peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu.
Menurut Anis, sejumlah peristiwa yang terjadi antara tahun 1966 hingga 1998 telah dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM
Dia kemudian merinci peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa pemerintahan Soeharto.
Di antaranya peristiwa 1965/1966, peristiwa penembakan misterius, peristiwa Talangsari, peristiwa Tangjung Priok, dan penerapan DOM Aceh.
“Penetapan ini tidak hanya mencederai cita-cita Reformasi 1998 yang mengamanatkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penetapan sebagai pahlawan nasional mencederai fakta sejarah dari pelbagai peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi masa pemerintahan Soeharto 1966 – 1998,” kata Anis dalam keterangannya, Kamis (11/11/2025).
Lebih lanjut, ia juga menegaskan penetapan Soeharto sebagai pahlawan, melukai para korban pelanggaran HAM berat yang keluarganya yang masih terus menuntut hak-haknya sampai saat ini.
Penetapan Soeharto juga menurutnya tidak lantas memberikan impunitas atas pelbagai kejahatan hak asasi manusia yang terjadi di masa pemerintahannya.
“Pelbagai peristiwa pelanggaran HAM yang berat harus terus diproses, diusut, dan dituntaskan demi keadilan dan kebenaran yang hakiki,” ucap Anis.
Terhadap Peristiwa kerusuhan Mei 1998 misalnya, Anis menyebut pada 2003 Komnas HAM telah melakukan penyelidikan dan menyatakan peristiwa itu sebagai Pelanggaran HAM berat.
Bentuk-bentuk tindakan dalam Kejahatan terhadap Kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 UU Nomor 26 Tahun 2000 dalam Peristiwa Kerusuhan 13-15 Mei 1998 yaitu pembunuhan; perampasan kemerdekaan; penyiksaan; perkosaan atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; serta persekusi.
“Presiden Joko Widodo pada 2023 telah menyatakan penyesalan dan mengakui 12 peristiwa pelanggaran HAM yang berat,” tutur Anis
(*)
