POJOKNEGERI.COM - Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes ) baru-baru ini berencana akan menghapus kelas perawatan dalam sistem BPJS Kesehatan dan akan diganti menjadi Kelas Rawat Inap Standart (KRIS ).
KRIS ini merupakan kebijakan yang tercantum dalam Peraturan Presiden No 59 tahun 2024 yang dikeluarkan pada tanggal 8 Mei 2024.
Rencananya KRIS ini akan mulai diberlakukan di semua rumah sakit selambatnya pada Juni 2025 mendatang.
Namun kebijakan tersebut masih hangat menjadi perbincangan di semua kalangan masyarakat.
Masyarakat Indonesia belum mendapatkan kejelasan yang kongkrit dari sistem tersebut.
Kebijakan KRIS ini direspon oleh Magister Hukum Kesehatan dari Universitas Hang Tuah (UHT) Surabaya, dr. Uji Hardana.
Ia berpendapat bahwa dengan adanya standarisasi kamar akan memiliki konsekuensi baik bagi peserta BPJS maupun manajemen keuangan rumah sakit.
Dijelaskannya, selama ini Rumah Sakit bergantung pada sistem INA CBGs yakni pembayaran yang dilakukan oleh BPJS kesehatan kepada Rumah Sakit dengan sistem paket yang dibayarkan per episode pelayanan kesehatan, yang artinya suatu rangkaian perawatan pasien sampai selesai.
Namun, ucapnya, yang menjadi persoalan yakni tarif INA CBGs ini belum naik sejak tahun 2016.
Sementara tarif iuran BPJS kesehatan telah resmi dinaikan sejak tanggal 1 juli 2020.
Ada pun besaran tarif iuran kelas 1 ditetapkan 150 ribu perbulannya, sedangkan untuk kelas II ditetapkan sebesar Rp. 100 ribu per bulan dan Iuran kelas III Rp. 42 ribu perbulan.
"Namun masyarakat tetap membayar sebesar Rp. 25.500 perbulan karena adanya subsidi pemerintah Rp. 16.000 perbulan," ungkapnya.
Dari hal tersebut, dr. Uji Hardana menyatakan, kebijakan KRIS ini akan berpotensi menimbulkan hilangnya kepesertaan terutama di kalangan kelas menengah dan kelas atas.
Masalah itu terjadi karena turunnya standarisasi bagi masyarakat kelas atas.