POJOKNEGERI.COM - Dalam banyak informasi yang berkembang di media-media, pengembangan kawasan industri di Pulau Rempang, Galang, di Kepri tersebut sebenarnya merupakan tindaklanjut dari penandatanganan MoU antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan kaca Xinyi Glass pada medio Agustus 2023.
Mengutip artikel M. Arief Pranoto pada situs The Global Review, disebutkan penandatanganan yang berlangsung di China tersebut dimaksudkan untuk membangun industri pasir kwarsa yang merupakan bahan baku kaca.
Dari sinilah, rencana “pengusiran” warga adat yang telah menetap dan meyakini bahwa pulau tersebut adalah tanah leluhurnya.
Terlepas judulnya “pengembangan investasi,” kasus pengusiran warga adat di Pulau Rempang, tetap adalah skema melulu lantakan mata pencarian, terlebih akar budayanya.
Lantas apa kaitannya dengan geopolitik? Mengacu perjanjian dengan perusahaan China tersebut, pastinya tak mungkin berlaku jika tidak ada dukungan dari kebijakan politik ekonomi China.
Dalam banyak kesempatan, saya selalu menyampaikan bahwa dalam kebijakan politik ekonominya, China menggunakan konsep one country two system (satu negara dua sistem), “politik naga” diberlakukan dalam kebijakan dalam negeri, dan “politik panda” untuk kebijakan luar negerinya.
Ditambah lagi, selama kepemimpinan Xi Jinping, China mencoba menerapkan teori ruang (living space). Hal ini lantaran jumlah penduduk negeri Bambu tersebut meledak hingga 1,8 miliar jiwa. Mau tidak mau, China harus ekspansi teritorinya.
Dalam banyak kasus, China menggunakan pendekatan investasi, kendati ada yang berupa pinjaman (utang) terhadap negara yang menjadi sasaran ekspansi wilayahnya, merupakan “politik naga”-nya.