POJOKNEGERI.COM - Impor KRL bekas menuai polemik, PT Kereta Api Indonesia/KAI (Persero) pun angkat bicara mengenai pembelian tersebut.
Direktur Utama PT KAI (Persero), Didiek Hartantyo mengungkapkan, salah satu alasan kebutuhan impor KRL bekas oleh PT Kereta Commuter Indonesia (KCI).
Didiek Hartantyo menyampaikan hal tersebut di hadapan anggota Komisi VI DPR RI, saat rapat dengar pendapat (RDP), Senin (27/3/2023).
Didiek mengatakan kemampuan PT KCI untuk membeli KRL baru sangat terbatas lantaran keuntungan PT KCI hanya dipatok 10 persen saja akibat adanya public service obligation (PSO).
Untuk pengadaan 16 trainset kereta baru melalui PT INKA saja, PT KCI setidaknya membutuhkan modal dari PT KAI sekitar Rp 800 miliar hingga Rp 1 triliun dan sisanya dengan utang.
"Kemampuan KCI untuk membeli kereta baru itu sangat terbatas," ujarnya, dilansir dari Kompas.com.
Dia menjelaskan, harga 1 KRL baru sebesar Rp 20 miliar sehingga 1 trainset KRL baru mencapai Rp 200 miliar.
Angka tersebut sangat besar jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk membeli KRL impor bekas, seharga Rp 1,6 miliar untuk 1 KRL, sehingga 1 trainset KRL impor bekas menjadi Rp 16 miliar.
"Sehingga biaya operasional pasti akan bengkak," kata dia.
Selain lebih murah, KRL bekas telah dilakukan konservasi masih dapat digunakan hingga 15 tahun tergantung jaminan suku cadang atau sparepartnya.
Bahkan setelah lewat dari 15 tahun, KRL bekas ini masih dapat dilakukan retrofit atau modifikasi teknologi dan fitur sehingga bisa digunakan kembali hingga lebih dari 10 tahun.
"Setelah diimpor, selama jaminan sparepartnya masih memadai itu masih bisa jalan. Dan saya bertanggung jawab mengenai keselamatan, kalau memang kereta-kereta itu tidak layak dijalankan, tidak layak keselamatan, saya akan hentikan," tegasnya.
(redaksi)