OtomotifTeknologi

Insentif Mobil Listrik Tak Diperpanjang, Pemerintah Alihkan ke Mobil Nasional

POJOKNEGERI.COM – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan bahwa pemerintah tidak akan memperpanjang masa berlaku insentif impor mobil listrik setelah 31 Desember 2025.

Kebijakan yang selama ini memberikan bea masuk 0 persen bagi impor kendaraan listrik completely built up (CBU) tersebut akan dihentikan. Anggarannya dialihkan untuk mendukung pengembangan mobil nasional.

Airlangga menjelaskan bahwa keputusan ini merupakan bagian dari strategi besar pemerintah untuk memperkuat industri otomotif dalam negeri. Menurutnya, insentif yang diberikan sejak 2024 telah menjalankan fungsi awalnya. Yaitu menarik produsen otomotif global untuk masuk ke Indonesia dan mendorong mereka berkomitmen membangun fasilitas produksi lokal.

“Anggaran insentif mobil listrik mau dialihkan ke mana? Anggarannya tentu kita punya perencanaan mobil nasional. Jadi fokusnya ke mobil nasional. Kita bisa belajar dari VinFast,” ujar Airlangga saat menghadiri kegiatan di Subang, Jawa Barat, Selasa (16/12).

Enam Produsen Menikmati Insentif

Sejak dibuka pada Februari 2024, terdapat enam perusahaan otomotif yang memanfaatkan fasilitas bea masuk 0 persen untuk impor mobil listrik CBU.

Enam perusahaan yang ikut ini sejak dibuka pada Februari 2024, yaitu BYD Auto Indonesia (BYD), Vinfast Automobile Indonesia (Vinfast), Geely Motor Indonesia (Geely), Era Industri Otomotif (Xpeng), National Assemblers (Aion, Citroen, Maxus dan VW) dan Inchape Indomobil Energi Baru (GWM Ora).

Melalui program ini, pemerintah memberikan keringanan bea masuk dari tarif normal 50 persen menjadi 0 persen. Namun, fasilitas tersebut diberikan dengan syarat ketat: setiap produsen wajib memproduksi mobil listrik di Indonesia sesuai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang berlaku. Dengan jumlah produksi minimal setara dengan volume impor CBU yang mereka lakukan.

Kewajiban Produksi Dimulai 2026

Airlangga menegaskan bahwa masa kewajiban produksi bagi keenam produsen tersebut akan dimulai pada 1 Januari 2026 dan berakhir pada 31 Desember 2027. Jika produsen tidak memenuhi komitmen produksi sesuai ketentuan, pemerintah berhak mencairkan bank garansi yang telah diserahkan sebagai jaminan.

Kebijakan ini dirancang untuk memastikan bahwa produsen tidak hanya memanfaatkan insentif untuk mengimpor kendaraan, tetapi juga benar-benar membangun basis produksi di Indonesia. Pemerintah ingin menghindari situasi di mana Indonesia hanya menjadi pasar, bukan pusat produksi.

Saatnya Produsen Menepati Janji

Airlangga menilai bahwa pemerintah telah memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan bagi produsen otomotif, sehingga kini saatnya mereka memenuhi komitmen investasi yang telah dijanjikan.

“Pemerintah sudah memberikan berbagai insentif, jadi mereka tinggal buat, tinggal mendirikan pabrik,” tegasnya.

Ia mencontohkan VinFast, produsen otomotif asal Vietnam, yang dinilai mampu menjalankan dua hal sekaligus: menikmati insentif sekaligus membangun pabrik di Indonesia. VinFast diketahui telah memulai pembangunan fasilitas produksi di Subang, yang disebut-sebut akan menjadi salah satu pusat produksi kendaraan listrik terbesar di kawasan.

“Existing, dan VinFast bisa melakukan kedua-duanya. Jadi yang lain, yang belum punya pabrik tapi menikmati insentif, harus ikut seperti VinFast,” tambah Airlangga.

Fokus Baru: Mobil Nasional

Pengalihan anggaran insentif ke program mobil nasional menunjukkan arah baru kebijakan industri otomotif Indonesia. Pemerintah ingin menciptakan ekosistem otomotif yang mandiri, tidak hanya bergantung pada produsen asing. Model yang diambil adalah Vietnam, yang berhasil melahirkan VinFast sebagai merek nasional yang kini bersaing di pasar global.

Dengan dukungan anggaran yang sebelumnya dialokasikan untuk insentif impor. Pemerintah berharap dapat mempercepat riset, pengembangan, dan produksi kendaraan nasional yang kompetitif.

Dampak bagi Konsumen dan Industri

Penghentian insentif impor diperkirakan akan berdampak pada harga mobil listrik CBU yang kemungkinan naik setelah 2025. Namun, jika produksi lokal berjalan sesuai rencana, harga kendaraan listrik di masa depan bisa lebih stabil dan terjangkau.

Bagi industri, kebijakan ini menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah menginginkan investasi jangka panjang, bukan sekadar impor jangka pendek.

(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button