POJOKNEGERI.COM - PDI Perjuangan (PDIP) nampaknya masih sakit hati dengan keluarga Presiden Joko Widodo.
PDIP kembali menyerang keluarga Jokowi.
Kali ini, gugatan dilayangkan PDIP terhadap Komisi Pemilihan Umum, yang dianggap bisa menjadi landasan buat mendelegitimasi pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden jika dikabulkan.
"Jika PDIP menang di PTUN, maka legalitas kepersertaan Gibran di dalam Pilpres 2024 akan dipertanyakan dan bisa digugat ke proses yang lebih tinggi, yakni forum Mahkamah Konstitusi (MK) atau ke pengadilan umum lainnya," tutur Pengmat Politik, Jannus TH Siahaan.
Jannus menilai, jika Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan gugatan itu maka muncul sedikit peluang buat mendelegitimasi legalitas dan konstitusionalitas kepesertaan Gibran di dalam Pilpres 2024.
Akan tetapi, menurut Jannus peluang gugatan itu dikabulkan memang tidak besar.
Jannus menambahkan, menurut dia gugatan PDIP bukan bertujuan buat mencari kemenangan di PTUN terkait Gibran.
Namun, inti gugatan itu adalah sebagai pembuktian kepada Presiden Joko Widodo dan publik bahwa PDIP benar-benar terzalimi atas pencalonan Gibran.
"Dan pembuktian kepada publik bahwa PDIP bukanlah partai yang terlibat di dalam tindakan merusak demokrasi Indonesia di sisi lain," imbuhnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, PDIP menggugat KPU ke PTUN pada Selasa (2/4/2024) karena lembaga itu dianggap melakukan perbuatan melawan hukum dalam proses penyelenggaraan Pilpres 2024.
Ketua Tim Hukum PDIP Gayus Lumbuun mengatakan, dalam gugatan yang teregistrasi dengan nomor perkara 133/G/2024/PTUNJKT itu menganggap tindakan KPU menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden sebagai tindakan perbuatan melawan hukum.
Menurut Gayus, yang menjadi fokus gugatan PDIP terhadap KPU di PTUN adalah soal landasan hukum dalam hal administrasi pendaftaran peserta Pilpres 2024.
Dia mengatakan, Gibran belum berusia 40 tahun sebagai syarat minimum usia pendaftaran capres-cawapres sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2019.
Bahkan, ketika KPU menerima Gibran sebagai kandidat cawapres, lembaga penyelenggara pemilu itu masih memberlakukan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 yang juga mengatur tentang syarat usia capres dan cawapres yang menyatakan bahwa usia minimal bagi capres dan cawapres adalah 40 tahun.
"Fakta empiris dan fakta yuridis yang bertentangan ini menyatu dalam penyelenggaraan Pilpres 2024. Hal itu terjadi karena tindakan melawan hukum oleh KPU, tindakan yang kemudian menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan demokrasi kita," ungkap Gayus Lumbuun.
Di lain sisi, ia menegaskan bahwa gugatan ke PTUN ini bukan merupakan sengketa proses atau pun sengketa hasil Pemilu seperti yang sedang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dia menyebut, apa yang dilakukan oleh KPU dengan meloloskan Gibran dalam Pilpres 2024 adalah kecelakaan hukum dalam demokrasi Indonesia.
Menurutnya, saat ini yang harus dilakukan oleh KPU adalah membatalkan cawapres Gibran.
Sementara itu, KPU menganggap gugatan PDIP ke PTUN keliru.
Menurut UU Pemilu, penyelesaian perselisihan atas hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden hanya di Mahkamah Konstitusi, bukan lembaga peradilan lainnya. (*)