POJOKNEGERI.COM, SAMARINDA - Pembentukan panitia seleksi (Pansel) calon pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai sorotan.
Sorotan ini datang dari Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman (Unmul).
Sebagaimana diketahui pengumuman panitia seleksi (pansel) calon pimpinan KPK yang akan diumumkan oleh Presiden Jokowi pada bulan Mei ini.
Namun demikian ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh Presiden Jokowi saat menentukan siapa saja orang yang pantas menjadi Pansel calon pimpinan KPK.
“Hal itu menunjukkan keseriusan Presiden Jokowi dalam memberantas korupsi, mengingat tahun ini merupakan akhir dari masa pemerintahannya. Selain itu juga sebagai pemulihan track record yang terbilang sangat buruk yang dihasilkan oleh pansel calon pimpinan KPK periode 2019-2023, dimana banyak permasalahan mengenai kode etik yang dilakukan oleh wakil ketua dan ketua KPK saat itu yaitu Lili Pintauli Siregar dan Firli Bahuri, bahkan saat ini Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka akibat dari kasus pemerasan mantan menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo yang diusut oleh Polda Metro Jaya,” beber Ketua SAKSI Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Orin Gusta Andini.
Sebelum pengumuman dilakukan, Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana selaku koordinator staff khusus presiden membocorkan unsur-unsur dalam pembentukan pansel calon pimpinan KPK tahun ini, yaitu pansel terdiri dari 9 orang yang terdiri dari 5 orang dari unsur pemerintah dan 4 orang lainnya dari unsur masyarakat yang ditetapkan melalui keputusan presiden. Komposisi yang lebih dominan unsur pemerintah ini tentu mengundang kecurigaan publik.
“Sebab jika melihat periode-periode sebelumnya, pansel calon pimpinan KPK lebih di dominasi dari unsur masyarakat, yang dimana pada tiga periode sebelumnya (2011-2023) pansel calon pimpinan KPK terdiri dari 7 dari unsur masyarakat dan 2 dari unsur pemerintah,” tandasnya..