"Karena pembeli LPG berbeda dengan BBM. Jika BBM adalah pemilik motor dan mobil, nah LPG belum tentu berdaya beli. Sehingga, ada peluang tidak memiliki akses ke handphone (ponsel pintar). Ini yang perlu dipertimbangkan," katanya.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira pun menyarankan Pertamina dan pemerintah untuk tidak terburu-buru merealisasikan kebijakan ini.
Berbeda dengan BBM subsidi, untuk memantau pemberian subsidi LPG 3 Kg tepat sasaran atau tidak, ia menilai relatif lebih rumit. Lagipula, untuk saat ini waktunya pun kurang pas.
Menurut Bhima, Pertamina perlu duduk bersama pemerintah, baik Kementerian ESDM, Kemensos maupun Kemenkop UMKM untuk membahas data penerima subsidi.
"Betul (datanya harus valid). Apalagi, disparitas harga LPG subsidi dan non subsidi terpaut jauh," terang Bhima.
Integrasi data penerima LPG 3 Kg harus sinkron dengan data penduduk miskin di DTKS maupun data nelayan, dan UMKM penerima bantuan.
"Kalau sampai data tidak valid, di lapangan khawatir yang terjadi justru orang miskin dan UMKM dipersulit haknya untuk membeli BBM dan LPG subsidi," jelasnya.