2. Perencanaan dan penganggaran pembangunan desa yang baik sebagai sarana untuk meningkatkan produktifitas kinerja pemerintahan desa. Perencanaan dan penganggaran pembangunan yang baik dapat terlaksana jika mengedepankan prinsip transparansi, akuntabilitas serta memperkuat partisipasi masyarakat. Pelibatan seluruh elemen masyarakat menjadi modalitas dan kekuatan bagi kepala desa untuk mewujudkan produktifitas kinerja. Sementara fakta di lapangan, partisipasi masyarakat di desa masih rendah.
Problem besar bagi Desa adalah banyaknya urusan supra desa diserahkan kepada Desa dan menjadikan beban desa semakin berat, sementara kewenangan Desa belum dapat berjalan sesuai yang dimandatkan. Prinsip-prinsip perencanaan dan penganggaran yang baik terabaikan, kasus korupsi di desa semakin meningkat.
Maka solusi yang ditawarkan adalah pemerintah harus berkomitmen dan lebih fokus memperbaiki anomali pelaksanaan UU Desa secara konsekuen, mengurangi overlap regulasi, dan menyudahi pembangunan rezim administrasi yang berdampak koruptif, manipulatif, dan mobilisasi. Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukan korupsi keuangan desa masuk daftar tiga besar korupsi terbanyak di Indonesia dengan 601 kasus korupsi yang melibatkan 686 tersangka berasal dari aparatur desa. (KPK Tahun 2022).
3. Supra Desa perlu meningkatkan kualitas pemerintahan desa agar memiliki kemampuan yang baik dalam melaksanakan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat. Problem mandulnya fungsi pembinaan dan pengawasan supra Desa terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa yang lebih mensejahterakan rakyat. Solusinya, pemerintah supra Desa harus konsisten untuk meningkatkan kapasitas aparat pemerintahan desa.
Penguatan itu dapat dilakukan dengan memberikan peningkatan kapasitas aparat pemerintahan desa agar memilki kemampuan menyusun perenca-naan dan penganggaran yang lebih tepat sasaran. Selain itu, perlu memperkuat fungsi pengawasan BPD, masyarakat dan supra desa agar tidak ada penyalahgunaan kewenangan jabatan kepala desa.
4. Wacana perpanjangan masa jabatan Kades 9 tahun dan dapat dipilih kembali selama dua periode belum ada landasan filosofis, sosiologis maupun praksis yang mendasarinya. Untuk itu perlu ditangguhkan.
Yang dibutuhkan justru memperkuat demokratisasi di desa. Demokratisasi Desa bertujuan untuk memperkuat kewenangan desa dan memperbaiki kualitas hidup masyarakat, untuk mencapainya diperlukan pendidikan politik warga yang baik. Sebagai catatan, pemberian wewenang warga desa memilih sendiri kepala desanya yang dikenendaki sesuai dengan adat istiadat setempat sudah berlangsung sejak tahun 1854. Polarisasi sebagai residu pilkades terjadi karena demokratisasi desa dimaknai sebatas suksesi kepala desa bukan subtansi demokrasi desa misalnya visi berdesa dan kualitas gagasan dalam program kerja. Karena itu, wacana perpanjangan masa jabatan kades belum ada landasan filosofis, sosiologis maupun praksis yang mendasarinya. Masa jabatan kepala desa 6 tahun dan dapat dipilih 3 kali sebagaimana selama ini berjalan sudah baik.
Tinggal bagaimana masalah kesejah-teraannya terpenuhi, terlebih dengan banyaknya beban pekerjaan yang diemban kepala desa.