POJOKNEGERI.COM – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM RI, Mahfud MD, secara terbuka menyebut bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seolah takut untuk menyentuh kasus dugaan korupsi korupsi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh.
Namun, Mahfud tidak menjelaskan secara spesifik kepada siapa lembaga itu merasa takut.
“Dugaan saya [KPK] takut. Entah takut pada siapa,” ujar Mahfud MD.
Bantahan KPK
Komiisi Pemberantasan Korupsi dengan tegas membantah pernytaan Mahfud MD
KPK menegaskan, proses penyelidikan kasus tersebut, yang sempat di tuding oleh Mahfud MD, masih terus berjalan dengan penuh kehati-hatian dan profesionalitas.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menepis tudingan mantan Menko Polhukam Mahfud MD yang meragukan nyali KPK mengusut dugaan korupsi proyek strategis nasional tersebut.
“Penyelidikan perkara ini, saat ini masih terus berprogres. Jadi kita pastikan setiap step-nya, setiap tahapannya berjalan dengan profesional, betul-betul firm untuk mencari dugaan peristiwa tindak pidananya,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (29/10/2025).
Budi menjelaskan, proses penyelidikan yang sudah berjalan sejak awal 2025 itu tengah berfokus untuk mengumpulkan bukti-bukti yang valid dan petunjuk yang dapat mengungkap dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam proyek Whoosh.
Budi memastikan, proses hukum tentu membutuhkan waktu. “Nanti tentu kami akan sampaikan secara berkala seperti apa perkembangannya,” tegasnya.
Ia menekankan, KPK berkomitmen untuk menjaga transparansi dalam setiap penanganan perkara, termasuk kasus Whoosh, sebagai salah satu bentuk akuntabilitas publik.
Meskipun demikian, Budi menegaskan hingga kini perkara tersebut masih berada di tahap penyelidikan.
Oleh karena itu, KPK belum bisa menyampaikan secara rinci substansi materi maupun pihak-pihak yang akan diperiksa.
“Perkara tersebut masih di tahap penyelidikan. Sehingga kami juga belum bisa menyampaikan secara detil terkait dengan materi substansi perkaranya,” tuturnya.
Awal Mula Proyek Kereta Cepat
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebenarnya sudah digagas di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Rencana proyek itu pun bergulir hingga era kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi).
Proyek ini garapan PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) yang merupakan konsorsium BUMN Indonesia dan China Railways dengan skema business to business.
KCIC sebagai badan usaha perkeretaapian yang menjadi pengusaha proyek ini 60% sahamnya milik PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan 40% sisanya milik China Railway International (CRI). PSBI merupakan konsorsium 4 BUMN yakni PT Kereta Api Indonesia, PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I.
Dalam pembangunannya, tidak berjalan mulus pada awal groundbreaking karena terkendala pembebasan lahan yang tak selesai. Hal ini membuat pendanaan dari China tak bisa terealisasi. Itu adalah masalah yang membuat biaya bengkak.
Awalnya pembangunan ditargetkan bisa selesai pada 2019. Namun, kereta cepat baru bisa diresmikan oleh Presiden ke-7 Joko Widodo pada tanggal 2 Oktober 2023 di Stasiun Halim, Jakarta.
Awal pembangunan biaya di estimasi US$ 5,5 miliar. Lalu membengkak jadi US$ 5,8 miliar dan naik lagi menjadi US$ 6,07 miliar. Kemudian proyek ini diperkirakan ada pembengkakan biaya lagi mencapai US$ 1,176-1,9 miliar, menjadi maksimal US$ 7,97 miliar.
Melansir dari situs resmi KCIC, pembangunan proyek Kereta Cepat Whoosh dari dana pinjaman China Development Bank (75%). Sedangkan 25% merupakan setoran modal pemegang saham, yaitu gabungan dari PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) (60%) dan Beijing Yawan HSR Co. Ltd. (40%).
Digagas Jepang, tapi Akhirnya Digarap China
China saat itu bukanlah satu-satunya negara yang minat dengan pembangunan proyek ini. Pemerintah waktu itu melakukan studi kelayakan dengan proyek Kereta Cepat dengan Japan Internasional Corporation Agency (JICA).
Dalam studi itu, mereka membahas terkait kereta semi cepat Jakarta-Surabaya dengan jarak 748 km. Kereta itu di proyeksi bisa menempuh waktu 5,5 jam.
Setelah uji kelayakan pemerintah membuka lelang untuk negara yang tertarik. Kemudian masuklah China. Utusan Jepang Izumi Hiroto membawa proposal revisi kedua ke Jakarta pada 26 Agustus 2015. Tak berselang lama, China mengirimkan proposalnya pada 11 Agustus 2015 lalu.
Jepang menawarkan pinjaman proyek dengan masa waktu 40 tahun berbunga hanya 0,1% per tahun dengan masa tenggang 10 tahun, padahal sebelumnya bunga yang di tawarkan Jepang sampai 0,5% per tahun.
Sementara itu, proposal penawaran China menawarkan pinjaman dengan bunga lebih tinggi dengan jangka waktu lebih panjang. China menawarkan pinjaman sebesar US$ 5,5 miliar dengan jangka waktu 50 tahun dan tingkat bunga 2% per tahun.
Indonesia kemudian menunjuk Boston Consulting Group untuk mengevaluasi penawaran dari kedua negara tersebut dan segera mengumumkan pemenangnya usai deadline besok. Akhirnya pemerintah memilih China untuk menggarap proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Salah satu alasannya lantaran pihak Jepang tidak mau jika tidak ada jaminan dari pemerintah. Sementara China siap menggarap dengan skema business to business tanpa ada jaminan dari pemerintah.
(*)