POJOKNEGERI.COM - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial) menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Gugatan yang dilayangkan KontraS dan Imparsial terkait Keputusan Presiden (Keppers) Nomor 13/TNI/Tahun 2024 tanggal 21 Februari 2024 tentang Penganugerahan Pangkat Secara Istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto.
Dalam gugatannya, penggugat meminta hakim PTUN agar memerintahkan tergugat membatalkan Keppres tersebut.
Diketahui, gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 186/G/2024/PTUN.JKT, seperti dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN.
Sebagai informasi, sidang pemeriksaan awal akan dilangsungkan pada 5 Juni 2024 mendatang dengan susunan majelis hakim adalah Irvan Mawardi sebagai hakim ketua dan Hakim Anggota terdiri dari Novy Dewi Cahyati dan Mohammad Hery Indrawan.
Menanggapi gugatan tersebut, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Hukum dan Konstitusi (LKSHK) Ubaidillah Karim menilai, integritas hakim PTUN kembali diuji. Sebab posisi tergugat adalah presiden, sehingga hakim harus bertindak objektif saat mengadili.
“Para hakim diuji untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan, tanpa pandang bulu terhadap siapa pun yang terlibat, sebab tergugat dalam hal ini adalah Presiden Jokowi sebagai pihak yang meneken pemberian pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo Subianto,” ucap Direktur Eksekutif LKSHK, Ubaidillah Karim.
Ubaidillah meyakini, adanya gugatan terkait menunjukkan kesadaran masyarakat semakin tinggi akan hak-hak mereka yang mampu menggunakan lembaga dan jalur hukum untuk memperjuangkan keadilan.
Termasuk integritas para hakim di PTUN kini diuji kembali dalam menghadapi kasus-kasus yang melibatkan pihak-pihak berpengaruh, termasuk Presiden.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi memberikan kenaikan pangkat secara istimewa kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat Rapim TNI-Polri di Mabes TNI Jakarta Timur, Rabu (28/2/2024).
Prabowo kini menjadi Jenderal Kehormatan.
Adapun kenaikan pangkat yang diterima Prabowo ini sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 13/TNI/Tahun 2024 tentang Penganugerahan Pangkat Secara Istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan.
Keppres ini diteken Jokowi pada 21 Februari 2024.
Jokowi mengatakan penghargaan ini diberikan agar Prabowo berbakti sepenuhnya kepada bangsa dan negara.
Prabowo pun kini melengkapi pangkat militernya sebagai Jenderal Bintang 4.
Pangkat terakhir Prabowo di TNI sebelum pensiun yakni, Letnan Jenderal (Letjen).
Sebelumnya, KontraS telah melayangkan protes melalui surat permohonan informasi kepada Presiden Jokowi terkait kenaikan pangkat Jenderal Kehormatan Bintang 4 kepada Prabowo Subianto.
Andi Muhammad Rezaldy selaku Wakil Koordinator KontraS menjelaskan, surat terkait diserahkan langsung ke Kementerian Sekretariat Negara RI.
“Permohonan informasi ini diajukan lantaran pada 28 Februari 2024, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menganugerahkan pangkat jenderal kehormatan kepada salah satu terduga pelaku dalam kasus pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM), yaitu kasus Penghilangan Orang secara Paksa 1997-1998 yang mengakibatkan 23 orang menjadi korban,” terang Andi Muhammad Rezaldy.
Andi menjelaskan, dalam surat yang dilayangkan berisi dua permohonan, pertama soal Keputusan Presiden Nomor 13/TNI/2024 tertanggal 21 Februari 2024 tentang Penganugerahan Pangkat secara Istimewa Berupa Jenderal TNI Kehormatan; dan kedu, alasan pemberian kenaikan pangkat Jenderal Kehormatan Bintang 4 kepada Prabowo Subianto disertai dengan hasil analisa dan verifikasi Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.
Andi meyakini, apa yang dilakukan KontraS sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang (UU) No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Pasal 2 Ayat (1) yang berbunyi Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik.
Andy juga memastikan, informasi tersebut justru penting untuk dibuka kepada publik seluas-luasnya dalam konteks keterbukaan dan implementasi demokrasi partisipatoris.
Menurut Andi, KontraS meyakini pemberian kenaikan pangkat kepada Prabowo Subianto patut dipertanyakan sebab pria yang kini menjabat sebagai menteri pertahanan tersebut bukanlah seorang perwira TNI aktif.
Artinya pemberian kenaikan pangkat tersebut semakin mempertebal dinding impunitas yang dirawat oleh pemerintah.
“Alih dijatuhkan hukuman pidana sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelanggaran berat HAM, para terduga pelaku dibiarkan melenggang bebas di luar jeruji besi serta diberikan keistimewaan dan penghargaan dalam sistem pemerintahan di negara ini,” pungkasnya. (*)