POJOKNEGERI.COM - Berikut klarifikasi eks pegawai yang tak lolos tes wawasan kebangsaan ( TWK) soal bendera HTI di kantor KPK.
Belakangan diketahui foto bendera HTI di kantor KPK yang beredar di sosial media diabadikan 2 tahun lalu.
Kemudian kembali viral baru-baru ini di sosmed, lalu jadi sorotan publik.
Berbagai pihak menghubungkan foto bendera HTI di kantor KPK itu dengan polemik 57 pegawai KPK yang tak lolos TWK.
Isu radikalisme dan Taliban pun mencuat, disinyalir berkembang dalam tubuh KPK.
Namun eks pegawai KPK yang tak lolos TWK menyampaikan klarifikasi untuk meluruskan polemik tersebut.
Mantan karyawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipecat karena tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), Tata Khoiriyah angkat suara soal heboh bendera Hizbut Tahrir Indonesia.
Tata menulis kronologi foto bendera HTI yang terpasang di meja kerja di kantor antirasuah tersebut.
Bendera putih berkalimat tauhid itu mendadak viral dan dikaitkan dengan pemecatan para pegawai tersebut termasuk seorang satpam yang menjepret foto itu.
Seorang satpam yang diketahui bernama Iwan Ismail tersebut mengungkapkan peristiwa itu terjadi dua tahun lalu atau 2019.
Isu Taliban yang gencar saat itu membuat Iwan sengaja membagikan foto ke grup WhatsApp GP Ansor Bandung untuk didiskusikan.
Viralnya bendera HTI itu akhirnya menguatkan dugaan isu radikalisme dan Taliban yang menyusup di tubuh KPK.
Tata yang akrab dan menyatakan bahwa dirinya dekat dengan Nahdlatul Ulama merasa bertanggung jawab untuk meluruskan hal ini agar tak salah tafsir.
Ia pun membagikan tulisan panjangnya di laman Facebook pribadinya secara rinci dan lengkap.
Berikut tulisan lengkap Tata Khoiriyah soal viralnya bendera HTI yang dikaitkan dengan pemecatan 58 Pegawai KPK yang tak lolos TWK:
Saya menulis sedikit penjelasan karena pertanyaan yang sama berulangkali datang untuk sekedar mengkonfirmasi. Benarkah berita tersebut? Apakah ada klarifikasinya? Awalnya saya hanya balas selewatan. lama-lama berujung pada diskusi panjang. Sampai akhirnya ketika situasi krisis, berita lama itu dimunculkan kembali untuk pembenaran atas alasan tes wawasan kebangsaan yang ujungnya menyingkirkan saya sebagai pegawai tetap KPK.
Saya sedih karena narasi itu muncul dan beredar di kalangan nahdliyyin. Circle yang sama dengan saya. Sehingga saya punya tanggung jawab moral untuk menjelaskan meski sebenarnya saya masih memfokuskan diri dengan hiruk-pikuk TWK. Disamping itu, saya tidak ingin para nahdliyyin menjadi korban dari hoax yang sengaja disebarkan, sehingga keberpihakannya pada KPK tidak obyektif. Saya sampaikan dalam tulisan panjang supaya sekaligus menjadi arsip bagi saya kelak apabila isu ini kembali muncul.
Ditengah ramainya pemberhentian 57+ pegawai KPK lewat assesment Tes Wawasan Kebangsaan, beredar kabar pengakuan seorang mantan pegawai KPK yang dipecat karena menyebarkan foto bendera (liwa') yang diasumsikan dengan sebuah gerakan HTI. Mungkin penjelasan yang bisa saya sampaikan tidak sepenuhnya bisa menjawab keyakinan para pembaca. Karena preferensi politik, kubu tokoh, dan kelompok tentu mempengaruhi cara berpikir dan saringan informasi anda.
Ada poin penting yang saya jelaskan terkait beredarnya pesan siar dari Mas Iwan Ismail yang juga sesama nahdliyyin;
1. Mas Iwan ini adalah pegawai tidak tetap (PTT) yang ditempatkan di bagian pengamanan rutan (rumah tahanan). Tugas yang diemban adalah pengamanan terhadap tersangka dari Rumah Tahanan KPK atau rutan lainnya selama menjalani penanganan perkara (pemeriksaan, persidangan dan eksekusi). Sehingga dia memiliki akses yang terbatas dan khusus untuk bisa memasuki ruangan-ruangan di KPK. Sistem pengamanan di KPK memang sangat ketat dan dibatasi. Ada pembagian akses yang ditentukan berdasarkan kewenangan tugas yang dimilikinya. Saat saya masih menjadi bagian Biro Humas KPK, saya hanya bisa mengakses ruangan-ruangan yang bersifat publik dan lingkup kesekjenan. Bahkan saya tidak bisa membuka pintu ruang kerja atasan saya sendiri. Ruangan penindakan (tim penyelidik, penyidik, penuntutan, labuksi, monitor) hanya bisa diakses oleh pegawai di lantai itu sendiri. Termasuk pramusaji (OB) dan petugas kebersihan di lantai tersebut.
Foto dimana bendera HTI tersebut diambil di Lt. 10 ruang kerja penuntutan yang diisi oleh para Jaksa yang ditempatkan/dipekerjakan KPK. Mas Iwan ini tidak memiliki akses masuk ke ruangan tersebut. Lantas dari mana mas Iwan tahu ada bendera terpasang dan memiliki akses untuk masuk ruangan tersebut? Mas Iwan bilang sedang berkeliling cek ruangan, sedangkan tugasnya sendiri ditempatkan di rumah tahanan.
2. Mas Iwan bilang kalau akibat foto bendera tersebut viral, dirinya diperlakukan seolah-olah seperti tersangka. Mungkin Mas Iwan belum tahu atau mungkin lupa bahwa pekerjaan KPK berkaitan dengan hal-hal yang confidential (rahasia). Sehingga banyak aturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang membutuhkan kebijaksanaan dalam bersikap sehari-harinya. Karena ruang kerja tim penindakan hanya diakses terbatas, maka foto-foto yang beredar pun di dalamnya sangat dikontrol. Tidak semua ruangan diperbolehkan ambil foto-foto. Yang perlu digaris bawahi adalah bukan karena viralnya foto tersebut Mas Iwan diberhentikan. Tapi karena foto tersebut disebar ke publik tanpa ada klarifikasi, tanpa ada penjelasan dan dalam pemeriksaan Pengawas Internal ditemukan pelanggaran etik, bahkan Mas Iwan sendiri melakukan dengan sengaja framing bahwa bendera tersebut bukti bahwa ada Taliban di KPK.
Mungkin Mas Iwan tidak tahu bahwa saat itu isu Taliban tengah dilemparkan ke publik untuk menyerang kredibilitas KPK. Sehingga kepercayaan publik menurun bahkan mempertanyakan kenetralan KPK. Padahal saat itu KPK sedang butuh-butuhnya dukungan publik karena menolak revisi UU KPK yang dinilai melemahkan kerja-kerja pemberantasan korupsi. Beredarnya foto tersebut dinilai merugikan citra KPK dimata publik.
3. Bagaimana nasib pegawai KPK yang mejanya terdapat bendera tsb? Perlu diketahui, meja tersebut milik pegawai negeri yang sedang dipekerjakan (PNYD) di KPK. PNYD yang dimaksud adl ASN dari kementerian atau lembaga pemerintah lain, polisi, dan jaksa yang dipekerjakan KPK dg batas waktu maksimal 10 tahun. Proses rekruitmennya tentu dilakukan lewat mekanisme masing2 instansi. Sehingga dalam proses alih status pegawai KPK kemarin tidak mengikuti TWK yang kontroversial. Kan statusnya sudah ASN dong. Pemilik meja bukan pegawai independen KPK yg proses rekruitmennya dilakukan oleh KPK secara mandiri. Bendera tersebut berada di meja dari seorang jaksa, dan jaksa tersebut bukan bagian dari 57+ yang disingkirkan lewat TWK yang melanggar HAM dan maladministrasi.
Kembali ke soal bendera, sama dengan Mas Iwan, pemilik meja yang ada benderanya, diperiksa juga oleh Pengawas Internal KPK. Bahkan Ia diperiksa juga oleh instansi asalnya. Dicari juga kronologi kenapa bisa bendera tersebut masuk dan tersimpan di meja tersebut. Pemilik meja juga diperiksa sama dengan Mas Iwan apakah memiliki keterkaitan dengan gerakan dan organisasi tertentu? Dan kesimpulannya pemilik meja tidak memiliki keterkaitan dengan afiliasi tertentu.
Tidak ada perlakukan yang berbeda dalam pemeriksaan di Pengawasan Internal KPK. Informasi yang saya dapatkan dari salah satu Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP), dalam proses persidangan, Mas Iwan terbukti melakukan kesalahan dan mengakuinya. Mas Iwan ini dinyatakan bersalah atas: masuk ruang kerja yang bukan menjadi ranah/kewenangannya, terbukti dengan sengaja dan tanpa hak telah menyebarluaskan informasi tidak benar kepada pihak eksternal, Menuduh orang terlibat HTI tanpa ada klarifikasi terlebih dahulu. Disamping itu, Mas Iwan sendiri tidak profesional, apabila ia memiliki dugaan atas pelanggaran etik lewat bendera tersebut, harusnya ia melaporkan ke atasan langsung. Namun yang dilakukan olehnya adalah menyebarluaskan ke publik.