POJOKNEGERI.COM - Kasus penemuan mayat wanita di kamar 508 di Samarinda akhirnya terungkap juga berhubungan dengan bisnis prostitusi online melalui aplikasi.
Hal itu terungkap usai polisi di Samarinda, akhirnya bisa membekuk pelaku pembunuhan, yakni seorang pria bernama Rudi.
Tim redaksi pojoknegeri.com himpun informasi perihal itu.
1. Pelaku berusia 23 tahun
Polisi berhasil mengamankan pelaku pembunuhan. Ia adalah pria bernama Rudi berusia 23 warga Jalan Pangeran Bendahara, Gang Muharram, Kelurahan Mesjid, Kecamatan Samarinda Seberang.
Rudi berhasil diamankan petugas setelah melakukan pelarian berminggu-minggu. Tepatnya Rudi diamankan petugas gabungan dari tim Unit Reskrim Polsek Samarinda Kota yang dibantu Satreskrim Polresta Samarinda beserta Ditreskrimum Polda Kaltim, saat berada di kediaman pamannya di Kabupaten Kutai Barat (Kubar).
"Pelaku pun berhasil diamankan tim gabungan tanpa perlawanan. Dan langsung digelandang ke Samarinda untuk diproses lebih lanjut," ucap Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Arif Budiman melalui Wakapolresta, AKBP Eko Budiarto, Senin (8/11/2021) siang.
2. Berawal dari aplikasi online
Setelah diamankan, petugas langsung melakukan interogasi. Hasilnya, kepada petugas Rudi menceritakan awal mula kejadian saat ia hendak melakukan transaksi open BO melalui aplikasi MiChat.
Dalam aplikasi tersebut, Rudi lebih dulu berkomunikasi dengan Erwin sang mucikari yang juga telah diamankan petugas pada Rabu (27/10/2021) lalu, dengan sangkaan kasus tindak pidana perdagangan orang alias TPPO.
Setelah terjadi kesepakatan antara dua pelaku, Rudi lantas menyambangi Hotel MJ sebagai tempat yang dijanjikan untuk berkencan dengan perempuan penghibur. Dan di kamar bernomor 508 lantai lima itulah, Rudi berjumpa dengan Rabiatul Adawiyah.
"Saat bertemu keduanya bertemu, korban (Rabiatul Adawiah) terlebih dulu meminta uang DP sebesar Rp250 ribu dan pelaku memberikannya. Kemudian korban izin ingin keluar, dengan alasan mau beli pulsa. Pelaku lantas merasa ditipu dan terjadi cekcok awal," beber Eko kepada awak media.
Saat merasa hendak ditipu, Rudi lantas naik pitam. Mulanya korban ditarik dan dibanting pelaku ke atas kasur.
"Kemudian pelaku menutup wajah korban pakai bantal karena kesal tadi. Korban pun langsung melawan dan mendang kepala pelaku, hingga pelaku terpental dan jatuh ke lantai," imbuhnya.
Saat terjatuh ke lantai, pelaku kemudian mengambil pecahan kaca rias di bawah ranjang. Pecahan kaca itu lantas dihunuskan pelaku kepada korban disertai beberapa ucapan ancaman.
Karena merasa takut, korban pun lantas berteriak dan hal tersebut membuat pelaku langsung gelap mata dan menghujamkan pecahan kaca tersebut disekujur tubuh korban. Hingga Rabiatul Adawiah pun tewas tersungkur bersimbah darah.
"Dari hasil forensik ditemukan ada 25 luka tusuk disekujur tubuh korban. Dan luka tusuk ini yang menjadi sebab kematian korban," tegas Eko.
3. Pelaku kemudian kabur
Usai menghabisi Rabiatul Adawiah, Rudi langsung melarikan diri dari lokasi kejadian. Mulanya pelaku masih berada di Samarinda. Namun ia selau berpindah tempat di rumah kerabat-kerabatnya untuk menghilangkan jejak.
Hingga beberapa hari setelah kasus pembunuhan tersebut, Rudi memutuskan kabur ke rumah sang pamannya di Kabupaten Kutai Barat. Kepada awak media Rudi juga menjelaskan jika dirinya tak sama sekali ada keinginan membunuh.
"Saya minta uang saya kembali waktu itu. Memang dendam, dan sakit hati juga. Soalnya dia (Rabiatul Adawiyah) enggak bakal mau kalau uangnya cuman Rp250 ribu doang. Saya engga ada niat mau bunuh, saya cuman ngancam. Tapi dia melawan terus," ucap Rudi kepada awak media.
Bak pepatah nasi sudah menjadi bubur, meski mengakui penyesalan, namun tindakan Rudi tetap harus dipertanggungjawabkan secara hukum.
"Saya minta maaf. Karena saya khilaf," imbuh Rudi dengan nada memelas.
4. Muncikari juga diamankan
Sementara itu, kembali dijelaskan Eko Budiarto, pada kasus kematian Rabiatul Adawiyah polisi juga turut mengungkap tindak pidana lainnya. Yakni TPPO dengan tersangka Erwin yang merupakan muncikari korban.
Erwin juga diketahui merupakan pria asal Kalimantan Selatan yang berperan membawa Rabiatul Adawiah ke Samarinda sebagai perempuan penghibur. Dari setiap transaksi Erwin diketahui mematok tarif mulai dari Rp400 ribu hingga Rp800 ribu.
"Jadi pembagiannya itu, kalau ada pembayaran Rp400 ribu, pelaku mendapatkan pembagian Rp100 ribu. Kalau Rp500-600 ribu pelaku dapat Rp150 ribu. Dan kalau Rp800 ribu pelaku dapat Rp250 ribu," beber Eko.
Selain itu, Eko juga menekankan jika antaran Erwin dan Rudi tak saling kenal dan tak memiliki status apapun, meski keduanya merupakan tersangka dari serangkaian kasus kematian Rabiatul Adawiyah.
"Yang jelas antara pelaku TPPO dan pelaku pembunuhan ini tidak saling kenal. Mereka berkomunikasi melalui aplikasi MiChat itu saja dan tidak bertemu langsung," timpal Eko.
Akibat perbuatan tersebut, kedua pelaku pun dipastikan mendekam dalam kurungan besi dan resmi menyandang status tersangka. Untuk tindak pidana pergangan orang, Erwij dijerat Pasal 2 ayat 2 UU RI Nomor 21 tahun 2007 dengan ancaman minimal 3 tahun penjara. Dan maksimal 15 tahun penjara.
"Sedangkan tersangka pembunuhan, kami sanksi dengan Pasal 340 JO 338 KUHP dengan ancaman kurunhan maksimal seumur hidup," pungkas Eko.
(redaksi)