“Jadi yang ketiga ketika ada permasalahan karena tidak mengerti aturan, maka Pokja akan turun melakukan penyuluhan terkait. Itu yang sudah kita lakukan dalam dua periode ini,” tambahnya.
Selain permasalahan dan persetujuan dilingkungan sosial, untuk membangun rumah ibadah selanjutnya adalah persetujuan dari pemerintah mulai dari tingkatan RT, Lurah, Camat dan hingga akhirnya dari Wali Kota Samarinda.
“Kalau misalnya RT tidak setuju tapi semuanya yang ke sini setuju, yang penting masih dalam kelurahan itu. Kalau kelurahan tidak setuju baru ke kecamatan. Seperti itu. Kalau lurah sudah tanda tangan, maka saya mengeluarkan rekomendasi itu,” tegasnya.
Setelah FKUB mengeluarkan rekomendasi, maka Pemkot Samarinda harus melakukan tindak lanjut pengeluarkan IMB terkait pembangunan rumah ibadah tersebut.
“Setelah dua minggu FKUB mengeluarkan rekomendasi wali kota harus mengeluarkan itu (IMB). Tidak boleh lama,” tekannya lagi.
Pemberian rekomendasi FKUB pun secara teknis akan diberikan di tempat terbuka untuk diketahui seluruh pihak.
“Itu (rekomendasi) tidak di atas meja, tapi saya datang ke lingkungan itu, baru meminta pihak gereja memanggil orang dilingkungan situ, baru saya tanda tangani di depan orang banyak. Supaya orang tahu ini tegak," pungkasnya.
Tanggapan dewan di DPRD Samarinda
Sementara itu, Komisi I DPRD Samarinda juga menanggapi keluhan dari masyarakat Batak Karo di Kecamatan Loa Janan Ilir terkait pembangunan gereja yang tak kunjung rampung sejak 2016 silam.
Terkait pembangunan Gereja Batak Karo Protestan di Jalan SMP 8, RT 29, Kelurahan Rapak Dalam itu, para dewan pun meminta agar seluruh pihak terkait bisa mengikuti aturan berlaku.
“Jadi aduan warga ini mulai 2016 ya, dan kita mengundang semua pihak. Kita memfasilitasi permasalahanya di mana,” ucap Joha Fajal, Ketua Komisi I DPRD Samarinda kepada awak media.