DaerahSamarinda

Insinerator Samarinda Gunakan Sistem Tertutup, DLH Pastikan Tak Cemari Udara

POJOKNEGERI.COM – Di tengah meningkatnya kekhawatiran publik terhadap dampak pencemaran udara dari penggunaan insinerator di sejumlah daerah, Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda menegaskan proyek pembangunan insinerator pengolah sampah tetap berjalan sesuai rencana.

Berbeda dengan daerah lain, sistem yang diterapkan di Samarinda diklaim aman dan telah memenuhi standar lingkungan hidup yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Samarinda, Suwarso, memastikan bahwa insinerator yang digunakan bukan tipe yang dilarang oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

Ia menegaskan, larangan hanya berlaku bagi insinerator yang membuang asap langsung ke udara tanpa sistem pengendalian emisi.

“Saya waktu acara di Hotel Pullman Jakarta bersama Kementerian Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa yang dilarang itu adalah insinerator yang tidak memenuhi uji emisi atau sistem pembuangan cerobongnya langsung ke udara,” ujar Suwarso.

Ia menjelaskan di insinerator yang dipesan oleh Pemerintah Kota Samarinda ini, pembuangan cerobongnya dialirkan ke dalam bak-bak air yang terdiri dari empat unit, jadi sistemnya tertutup dan tidak mencemari udara.

Menurut Suwarso, sistem ini justru dinilai lebih ramah lingkungan karena limbah hasil pembakaran terlebih dahulu disaring melalui media air sebelum dilepas ke lingkungan danpentingnya perawatan berkala agar tidak terjadi kebocoran atau kerusakan sistem.

“Memang dipersyaratkan kalau sistem seperti itu diterapkan, maka Pemkot Samarinda melalui DLH harus melakukan pemeliharaan rutin supaya tidak terjadi kebocoran. Jadi keamanan dan kelayakannya harus terus dijaga,” tegasnya.

Dapat Lampu Hijau dari Kemneterina LH

Terkait perizinan, ia memastikan bahwa proyek insinerator Samarinda telah mendapatkan lampu hijau dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Namun, izin tersebut diberikan dengan sejumlah syarat teknis yang wajib dipenuhi, termasuk uji emisi dan pengendalian dioksin.

“Insinerator ini awalnya sudah mendapat surat izin untuk pembakaran secara thermal. Tapi Pemkot harus menindaklanjuti dengan memenuhi syarat-syarat uji emisi dan dioksin produk,” terangnya.

Ia juga menjelaskan bahwa karena kapasitas insinerator Samarinda tergolong skala kecil, maka pengelolaannya termasuk dalam kategori UPL-UKL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan) yang ditangani langsung oleh DLH setempat.

“Kalau perizinan skala kecil, memang cukup UPL-UKL dari DLH daerah. Tapi nanti tetap ada tahapan uji coba dan evaluasi setelah alatnya beroperasi,” ujar Suwarso.

Insinerator yang sedang dibangun di Samarinda ini masih dalam tahap akhir konstruksi dan ditargetkan rampung pada Desember 2025.

Setelah pembangunan fisik selesai, Pemkot akan melakukan masa uji coba untuk memastikan alat berfungsi sesuai standar dan aman bagi lingkungan.

“Biasanya nanti di akhir tahun ada masa uji coba dulu. Secara detail, itu nanti dilakukan oleh vendor, sekaligus memberikan pelatihan pengelolaan kepada operator yang akan mengelolanya,” jelasnya.

Adopsi dari Bandung

Menariknya, teknologi insinerator Samarinda diadopsi dari sistem serupa yang telah diuji coba di Bandung.

Di kota tersebut, hasil pengujian menunjukkan efektivitas sistem pembakaran tertutup dalam mengendalikan emisi.

“Kita mengadopsi sistem dari Bandung. Informasi dari rekan-rekan yang ke sana, alatnya sudah diuji dan hasilnya baik. Jadi sistem pembakarannya kita bawa ke sini dengan pola cerobong dibuang ke air, bukan ke udara,” terangnya.

Selain menjadi solusi penanganan sampah, proyek insinerator ini juga diharapkan memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar.

Pemkot Samarinda berencana merekrut tenaga kerja lokal untuk mengelola fasilitas tersebut setelah beroperasi.

“Kita sedang mempersiapkan tenaga pengelola dari daerah terdekat. Ini sekaligus sebagai upaya untuk penyerapan tenaga kerja lokal,” ucapnya.

Ia juga menyebut, kehadiran insinerator akan melengkapi sistem pengelolaan sampah di Samarinda yang selama ini masih bergantung pada metode konvensional.

Dengan teknologi thermal ini, volume sampah yang ditimbun di TPA bisa berkurang secara signifikan.

Meski menggunakan teknologi modern, Suwarso menegaskan bahwa Pemkot tetap berkomitmen menjaga keseimbangan antara efisiensi pengelolaan sampah dan keberlanjutan lingkungan hidup.

Oleh karena itu, DLH akan terus memantau operasional insinerator setelah berfungsi penuh nanti.

“Kami tidak ingin masyarakat khawatir. Prinsip kami jelas, teknologi boleh canggih, tapi harus aman dan berpihak pada lingkungan,” tegasnya.

Dengan sistem pengendalian emisi yang ketat dan dukungan regulasi dari pemerintah pusat, proyek insinerator Samarinda diharapkan menjadi contoh pengelolaan sampah modern yang tidak hanya efisien tetapi juga ramah lingkungan.

“Ini bukan hanya proyek teknologi, tapi bagian dari komitmen kita untuk mewujudkan kota yang bersih dan berkelanjutan,” pungkasnya. (*)

Back to top button