POJOKNEGERI.COM - Empat tersangka telah diumumkan Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).
Dari keempat tersangka itu terdiri dari unsur pemerintah serta pihak swasta.
Dari unsur pemerintah, tersangka yang disebutkan adalah Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen PLN Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana (IWW).
Sementara ketiga tersangka lain dari pihak swasta, menyasar beberapa petinggi perusahaan.
Bahkan sampai ke level komisaris.
Ketiga pihak dari korporasi itu adalah Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor (MPT), Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) Stanley MA (SMA), serta General Manager di Bagian General Affair PT Musim MAS, Picare Togare Sitanggang (PTS).
Adanya pihak korporasi dalam kasus ini juga membuat Burhanuddin telah memerintahkan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung terkait pemidanaan terhadap korporasi.
"Kemudian untuk korporasi, sangat mungkin itu (pemulihan kerugian negara). Sangat mungkin untuk korporasi. Dan saya sudah perintahkan pada Jampidsus, pada Dirdik, untuk lakukan itu," ujarnya.
Lebih lanjut, Burhanuddin menyebut pihaknya masih terus mengusut korporasi lain yang diduga terlibat dalam kasus korupsi minyak goreng sawit. Selama menemukan cukup bukti, dia mengatakan akan melakukan penindakan.
"Kalau tadi bicara tentang kenapa cuma ini (pihak korporasi yang ditetapkan tersangka), kalau semua pun kami tidak akan membedakan. Kalau cukup bukti, ada informasi, dan ada fakta, kami akan lakukan," tegasnya.
Lantas untuk pola kongkalikong itu, polanya pun sudah diinformasikan.
"Ketiga tersangka tersebut telah berkomunikasi secara intens dengan Tersangka IWW sehingga PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Nabati, PT Musim Mas, PT Multimas Nabati Asahan untuk mendapatkan persetujuan ekspor padahal perusahaan perusahaan tersebut bukanlah perusahaan yang berhak untuk mendapatkan persetujuan ekspor, karena sebagai perusahaan yang telah mendistribusikan CPO atau RDB Palm Oil tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri atau DPO," ujarnya.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
(redaksi)