POJOKNEGERI.COM - Transaksi janggal Rp 300 Triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih terus jadi sorotan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Dikatakan Mahfud MD, transaksi janggal Rp 300 Triliun itu bukan masuk pada kejahatan korupsi, melainkan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Tidak benar kalau isu berkembang kalau di Kemenkeu ada korupsi Rp300 triliun. Bukan korupsi, pencucian uang," kata Mahfud dalam konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (10/3).
Menurutnya, pencucian uang yang lebih besar dari korupsi, tapi tidak melulu mengambil uang negara. Mahfud pun mengatakan temuan itu akan diselidiki.
"Lebih besar dari korupsi, tapi tidak ngambil uang negara. Mungkin ngambil uang pajaknya dikit, nanti akan diselidiki," ucapnya.
Sebelumnya, laporan dikirimkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Laporan yang dikirimkan PPATK itu sehubungan dengan transaksi mencurigakan senilai Rp 300 Triliun.
Hal ini disampaikan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana merespons pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
"Sudah kami serahkan ke Kemenkeu sejak 2009 sampai dengan 2023," ujar Ivan saat dikonfirmasi, Rabu (8/3).
Mahfud sebelumnya menyinggung transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun sebagian besar berada di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Bea Cukai Kemenkeu.
Mahfud mengatakan transaksi janggal ini berbeda dengan transaksi dari rekening mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo beserta keluarganya sebesar Rp500 miliar.
"Kemarin ada 69 orang [pegawai Kemenkeu berharta tak wajar] dengan nilai hanya enggak sampai triliunan. Hanya ratusan, ratusan miliar. Sekarang, hari ini sudah ditemukan lagi kira-kira 300 T, harus dilacak," ucap Mahfud.
Harta kekayaan para pejabat pajak menjadi sorotan publik setelah KPK mengklarifikasi Rafael Alun Trisambodo dan mantan Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto.
(redaksi)