Pentingnya keterlibatan masyarakat di sekitar sungai juga menjadi fokus utama dalam program revitalisasi ini.Ia menekankan bahwa proses pemindahan pemukiman atau pembangunan di sekitar bantaran sungai harus dilakukan dengan cara yang persuasif, mengedepankan dialog dan edukasi agar masyarakat dapat lebih sadar akan dampak banjir yang disebabkan oleh perubahan fungsi sungai.
"Bukan perkara mudah untuk memindahkan orang yang sudah lama tinggal di sekitar sungai. Kami harus bekerjasama dengan masyarakat untuk memberi pemahaman bahwa jika kondisi ini dibiarkan, dampaknya akan lebih buruk di masa depan ini adalah pekerjaan bersama, dan kita harus terus berkomunikasi agar semua pihak memahami betul pentingnya menjaga keberadaan sungai-sungai kita," tuturnya.
Selain itu, pemerintah kota juga berencana untuk membangun sistem pengelolaan banjir yang lebih modern dengan pemasangan pintu air otomatis di beberapa titik strategis. Dengan sistem ini, pintu air akan ditutup saat air pasang dan dibuka ketika air surut, sehingga dapat mengendalikan aliran air dan mencegah banjir. Saefuddin berharap, dengan adanya sistem pintu air ini, banjir dapat diminimalisir, meskipun Samarinda sendiri berada di daerah dataran rendah yang memang rentan terhadap banjir.
"Memang banjir akan tetap ada, karena Samarinda adalah kota dataran rendah. Namun, dengan manajemen yang lebih baik, terutama dengan adanya pintu air otomatis, kami optimis dapat mengurangi dampak banjir yang selama ini menjadi masalah tahunan di kota ini," jelasnya.
Program revitalisasi sungai dan pengelolaan banjir di Samarinda diharapkan dapat mengurangi dampak banjir hingga 60% pada tahun 2029. Meski perjalanan panjang masih menanti, harapan akan terciptanya Samarinda yang lebih aman dan nyaman dari ancaman banjir semakin terlihat jelas. Ke depan, peran masyarakat dalam menjaga kelestarian sungai akan menjadi kunci keberhasilan dari semua program yang telah direncanakan.
(tim redaksi)