Tragisnya, justru serangan yang amat mencolok datang dari kalangan internal sesama kader NU. Yang pada akhirnya mempertontonkan kelas berpolitik kader-kader NU itu sendiri. Inilah yang terkadang “disusupi” maupun “diadu domba” pihak-pihak di luar NU.
Di sisi lain, ada yang beranggapan NU “disusupi – diadu domba” adalah sebuah kewajaran, karena NU secara jamaah maupun jam’iyyah sangat besar. “Kalau melawan NU, pasti dapat benefit” begitu kira-kira kata seorang rekan kepada saya.
Anehnya lagi, justru pihak-pihak yang menyuarakan agar “dagelan” itu dihentikan, justru tidak menjadi isu menarik. Hanya tersiar dalam diskusi-diskusi atau obrolan-obrolan santai di kalangan internal kader-kader NU.
Padahal saya yakin, kaderisasi internal yang dilakukan NU, secara struktural termasuk badan-badan otonom (banom) lembaga-lembaga yang bernaung di bawah bendera NU, termasuk kelompok kultural NU, mengajarkan tentang “politik kebangsaan – politik kemanusiaan” bahkan menjadi doktrin. Implementasinya bagaimana? Silahkan diamati sendiri.
Ah, sudahlah… nanti saya dianggap terlalu tegang, sementara NU juga selalu mengajarkan tentang politik penuh humor, penuh candaan.
Bang, kok Cak Imin diserang terus ya? Begitulah banyak pertanyaan yang diajukan. Saya hanya menjawab: ini bagian dari skenario, kalau kita ambil sisi positifnya, justru serangan-serangan atas sosok Cak Imin ini, secara tidak langsung menguji kesolidan kader-kader NU yang memilih jalur politik.
Jika Anies-Cak Imin adalah paket di luar dugaan “si pengocok kartu” maka, paket ini punya potensi menang, karena dianggap mampu mengonsolidasi “politik Islam.” Dengan paket Anies-Cak Imin, maka diperkirakan suara kultural warga Muhammadiyah – Nahdliyyin bisa menyatu.
Sebagaimana yang saya pahami, secara subjektif, dalam perjalanan pemilu di Indonesia, belum ada yang mampu mengalahkan kekuatan “politik Islam.”
Keuntungan lain mengambil Cak Imin, cap “Islam Kanan” sebagai residu Pilgub 2017 silam atas Anies runtuh dengan sendirinya. Sebab Cak Imin diasosiasikan “Islam Moderat.” Oleh karena itu saya berkeyakinan, PKB sebagai mesin partai akan banyak menggelar program bernuansa “kesebangsaan” untuk mengimbangi stigma “Islam kanan” yang ada pada Anies Baswedan.