Nah, dalam skema ekspansi ekonomi (investasi), China dikenal menerapkan Turnkey Project Management, maksudnya disini, China menyiapkan sendiri tenaga kerjanya, mulai dari uang, top management, pekerja kasar, hingga tenaga marketingnya.
Penerapan Turnkey Project Management sudah banyak kita lihat di berbagai proyek di Indonesia yang kerjasama dengan China, terlebih jika China yang menggelontorkan uang melalui skema pinjaman (utang).
Semuanya, ini merupakan praksis dari rencana kebijakan China yang disebut dengan BRI (Belt and Road Initiative), yang sebelumnya dinamakan OBOR (One Belt One Road).
Dalam banyak forum diskusi, BRI ataupun OBOR adalah pengembangan dari “String of Pearl,” sebuah konsep pengamanan jalur energi China di LCS (laut China Selatan) bersambungan dengan Selat Malaka, Samudera Hindia (keduanya bagian dari laut Indonesia) sampai dengan Teluk Arab.
Karena beberapa perairan Indonesia masuk dalam “String of Pearl”-nya China, oleh karena itu banyak proyek China dibangun. Mulai dari pelabuhan laut, udara, kesehatan, kawasan industri, kawasan wisata, manufaktur sampai dengan transportasi publik.
Ironisnya lagi, pemerintah kita kurang serius mengakomodir keberlanjutan hidup “masyarakat adat,” jangankan pemerintah pusat, pemerintah daerahnya saja bisa dihitung jari yang punya keinginan kelestarian kebudayaan-adat istiadat, hak ulayat, muatan lokal masyarakat adat.
Atas nama dalih investasi, selalunya pemerintah memandang remeh proses penyelesaian konflik dengan masyarakat adat.
Opsi tawarannya sebatas penggantian hunian dan ganti rugi uang yang tak seberapa besar. Dan tuduhan mereka “masyarakat” tidak mengantongi sertifikat.