POJOKNEGERI.COM - Eks Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna dihadirkan sebagai ahli dalam pengusutan dugaan pelanggaran etik Ketua MK Anwar Usman dkk.
Palguna berbicara soal kans pembatalan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden karena wewenang MKMK terbatas.
"Kewenangan MKMK terbatas pada penjatuhan sanksi etik terhadap hakim konstitusi jika terbukti melanggar, apakah sanksi ringan (teguran lisan), sanksi sedang (teguran tertulis), atau sanksi berat (pemberhentian tidak dengan hormat). Atau, mungkin MKMK membuat 'kreasi baru' berkenaan dengan sanksi ini karena Prof Jimly acapkali senang membuat terobosan namun tetap berada di wilayah etik, tidak memasuki putusan M," ucap I Dewa Gede Palguna, dikutip dari detik.com.
Palguna mengatakan bahwa MKMK tidak bisa mengubah putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Sebab, MKMK tidak punya kewenangan untuk menilai putusan MK yang dianggap bermasalah oleh para pelapor pelanggaran etikhakim konstitusi.
Selain itu, Undang-Undang Dasar 1945 juga menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat.
Palguna menjelaskan bahwa wewenang MKMK hanyalah terbatas dalam memberikan sanksi etik terhadap hakim konstitusi jika terbukti melanggar.
Meski demikian, putusan MKMK dinilai bisa berdampak terhadap Putusan MK No90/2023tersebut jika terdapat permohonan pengujian baru terhadap Pasal 169 huruf q yang telah diberi penafsiran berbeda oleh MK melalui Putusan No90/2023, yaitu setidak-tidaknya sebagai bukti kuat untuk mengajukan alasan pengujian kembali terhadap Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 UU MK.
Seperti diketahui, MKMK sudah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah orang yang melaporkan terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi.
MKMK juga telah memeriksa Anwar Usman dan hakim konstitusi lainnya, yakni Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Saldi Isra, Manahan Sitompul, Suhartoyo, Daniel Yusmic, Guntur Hamzah, dan Wahiduddin terkait laporan ini.
Mereka dilaporkan soal dugaan pelanggaran etik terkait putusan yang dibacakan pada 16 Oktober lalu, yakni putusan atas gugatan uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengenai batas usia capres-cawapres.
Sebagaimana diketahui, putusan itu memutuskan capres-cawapres usia di bawah 40 tahun bisa maju pilpres asalkan sudah punya pengalaman menjadi kepala daerah.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum sekaligus juru bicara Partai Garuda Teddy Gusnaidi mencermati dinamika yang terjadi di masyarakat saat ini terkait laporan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi yang tengah diproses di Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
Teddy menyebut masyarakat diberi informasi bohong bahwa bila hakim MK dinyatakan melanggar etik, maka putusan soal batas usia capres dan cawapres akan dibatalkan.
"Masyarakat lagi-lagi diberikan informasi bohong, seolah-olah jika MKMK menyatakan bahwa Hakim MK melanggar etik, maka putusan MK yang mengabulkan seseorang yang belum berumur 40 tahun bisa jadi capres cawapres akan dibatalkan. Tentu informasi bohong ini ada tujuannya," ungkap Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi.
Teddy menilai bukan tanpa alasan berita bohong itu sengaja disebarluaskan.
Dia menyebut hal itu tujuannya agar ketika putusan MK tetap berlaku, maka akan disebar narasi fitnah kongkalikong antara MKMK dengan presiden.
Menurutnya, semua itu akhirnya bermuara ke pasangan bacapres dan bacawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Untuk itu, ia menyebut masyarakat harus mengetahui bahwa putusan MK tidak bisa dibatalkan meskipun hakim MK divonis melanggar etik.
Hal itu berdasarkan perintah Undang-undang Dasar 1945, bukan atas dasar kongkalikong. (redaksi)