Bukan hanya itu, Presiden SBY juga bahkan memberikan pinjaman dana dari APBN kepada Bakrie Group selaku pemilik PT Brantas Lapindo Inc dengan total hingga 2017 lalu sebesar Rp 11,27 triliun.
Terkait hal itu Jatam Kaltim menilai bahwa kondisi serupa pun tengah menimpa sekujur tubuh kepulauan Indonesia.
Hal itu dapat dilihat dengan menjamurnya izin konsesi yang mengekstraksi tanah dan air.
"Kehadiran industri seperti ini menyebabkan penyiksaan bagi lingkungan dan masyarakat. Pencemaran, bencana, kemiskinan, konflik, kriminalisasi hingga penghilangan nyawa sudah menjadi hal yang kerap terjadi. Situasi ini menunjukkan ketidakmampuan negara untuk menjamin keselamatan warga negaranya. Diperburuk dengan kelindan hubungan antara pemilik industri ekstraktif dengan penentu kebijakan di Indonesia saat ini," tulis dalam rilis Jatam Kaltim
Dalam rilis pers itu dijelaskan, Kaltim menjadi album lengkap dari proyek panjang penyiksaan pada lingkungan dan masyarakat.
Hal itu mulai sejak awal 1970’an hingga Kaltim sudah dikapling untuk izin-izin pengambilan kayu dan pabrik bubur kayu-kertas, lalu tambang emas dan migas, dilanjutkan dengan tambang batu bara, perkebunan kelapa sawit, tambang karst untuk semen hingga proyek hilirisasi seperti smelter nikel dan gasifikasi batu bara.
Proyek itu dinilai menjadi lengkap dengan adanya mega proyek Ibu Kota Baru Indonesia di Kaltim.
"Akibat ulah para penguasa rakyatlah yang terus tersiksa," tegasnya.
Sebagai konsolidasi masyarakat korban, pihaknya terus melakukan upaya penolakan untuk penghadangan laju pengrusakan lingkungan.