Sejalan dengan penerimaan secara positif terhadap survei, maka tujuan lembaga survei mengalami dinamika.
Di satu sisi, lembaga survei memosisikan sebagai lembaga intelektual, akademik yang bertugas untuk mengukur elektabilitas calon, partai, dan membuat informasi ke publik tentang elemen-elemen pemilu.
Di sisi lain, lembaga survei menempatkan diri sebagai “pemain politik".
Mereka melakukan survei “berdasarkan kepentingan”, atau bahasa kesehariannya “survei berdasar pesanan” dari sponsor.
Para punggawa lembaga survei terlibat dalam manajemen pemenangan kandidat.
Survei demikian berpihak untuk memenangkan kandidat yang membayar jasa survei dan manajemen kampanye.
Monetisasi lembaga survei itu berkebalikan dengan profil mereka pada Pemilu 1997 dan 1999.
Saat itu, lembaga survei muncul karena penggeraknya didorong oleh rasa ingin tahu secara akademis dan kepentingan yang kuat untuk mencegah manipulasi pada pemilu pertama pasca-otoriter.
Mereka bisa melakukan misi ideal tersebut karena sponsor lembaga survei bukan dari partai atau kandidat legislatif, capres-cawapres, melainkan donor asing seperti USAID (The United States Agency for International Developmen), JICA (Japan International Cooperation Agency) dan lembaga serupa lainnya.
Ketika hasil survei dari lembaga itu diperhitungkan, diterima sebagai parameter dinamika politik, maka Pemilu 2004 menjadi tonggak berkembangnya varian lembaga survei menjadi dua kubu.
Pertama, lembaga survei ideal berbasis pada pengembangan intelektualitas (pengetahuan), distribusi informasi dinamika politik dan demokratisasi.
Kedua, lembaga survei komersial atau lembaga survei profesional.
Perkembangan dua bentuk lembaga survei itu, ditandai perpisahan dua kolega top manajer LSI, yaitu Saiful Mujani dan Denny JA. “Perpecahan” mereka dibarengi dengan berdirinya lembaga-lembaga baru survei sejenis.
Sebelum LSI terbentuk, Mujani bekerjasama dengan lembaga-lembaga akademik telah merintis survei perilaku pemilih.
Dalam waktu bersamaan, dia menjadi mahasiswa doktoral di Australia, dan momentum ini mempertemukannya dengan promotor Indonesianis terkenal, William Liddle.
Relasi intelektualitas mahasiswa, Saiful Mijani dan promotornya sekaligus peneliti senior William Liddle dari Ohio State University, membawa hoki.
Sang promotor bersama Mujani mendapat dana hibah riset tentang perilaku elektoral pemilih calon legislatif di Indonesia pada 1999, dari National Science Foundation (NSF) Amerika Serikat.
Sejalan dengan aktivitas tersebut, Mujani mendirikan LSI pada Agustus 2003.
Denny JA yang juga bekerja pada ranah riset sejenis bersama politikus PDIP Herri Akhmadi, ikut digandeng untuk memperkuat lembaga tersebut.
Untuk kelangsungan proyek riset politik itu, Mujani mengajak sahabat asal Jepang, Takashi Shiraishi, melobi JICA (Japan International Cooperation Agency) untuk memberikan hibah riset kepada LSI.
Dengan sokongan dana JICA, LSI mulai merilis hasil risetnya pada Oktober 2003 atau satu bulan sejak pendirian lembaga tersebut.
Ketika LSI eksis, produknya mendapat respons positif, dan para elite makin berminat terhadap jasa riset lembaga ini.