"Pemerintah pusat telah menggariskan tanggal 13 Februari, maka semua pihak di daerah berkewajiban menyelesaikannya pada tanggal 13 tersebut. Termasuk sebenarnya DPRD, karena kedudukan hukum menurut tata negara, DPRD itu sebagai unsur penyelenggara, ucapnya.
Mengenai adanya kabar bahwa DPRD juga telah melakukan konsultasi ke Depdagri untuk persoalan ini, disampaikan, bahwa hal itu tak bisa mengesampingkan hukum tertulis yang ada pada surat dari Kementerian ATR/ BPN itu.
"Bahwa ada yang menyebut hasil konsultasi dengan Depdagri, itu tak bisa mengesampingkan hukum tertulis. Dan tidak ada hasil konsultasi secara tertulis yang disampaikan dari Depdagri, sehingga kita harus ikut pada hukum yang tertulis. Yang tertulis itu, dibatasi hingga tanggal 13 (Februari)," ujarnya.
"Iya, karena ini masalah lex spesialis. Kita juga diikat asas, kalau sudah pusat yang menentukan maka yang di bawah yang bersifat prosedural atau aturan di bawah itu semua bisa dikesampingkan, dengan menganut asas lex superior derogate legi inferiori," katanya.
Arti dari asas lex superior derogate legi inferiori dapat diartikan bahwa peraturan perundang-undangan yang mempunyai derajat lebih rendah dalam hierarki peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi.
Tim redaksi ikut menanyakan perihal kondisi di DPRD Samarinda yang terkesan belum ingin untuk mengesahkan raperda RTRW itu. Hal ini juga dijawab Syaparuddin.
Ia katakan, bahwa sebenarnya DPRD Samarinda sudah mendapatkan surat dari Kementerian ATR/BPN yang meminta agar penetapan RTRW Samarinda selambat-lambatnya pada 13 Februari 2023.