POJOKNEGERI.COM - "Perseteruan" terjadi antara Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) PDI Perjuangan (PDIP).
Saling berbalas argumen di media mewarnai keduanya terkait dengan meme Puan Maharani berbadan tikus.
BEM UI menyebut meme itu bukan sebuah umpatan, melainkan kritik yang tepat.
"Bagi saya itu bukan sebuah umpatan, tapi itu adalah kritik yang tepat," kata Ketua BEM UI Melki Sedek Huang, dilansir dari detik.com.
Melki menegaskan meme Puan berbadan tikus adalah ekspresi puncak kemarahan mahasiswa UI terkait disahkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja, yang dinilai sama saja substansinya dengan UU Cipta Kerja.
"Jadi visualisasi dan berbagai hal yang kami publikasikan itu menggambarkan seluruh kemarahan kita. Bahwa orang-orang yang di dalam (DPR) itu bukan lagi mewakili kita, tapi mewakili berbagai kepentingan-kepentingan yang jelas bukan kepentingan rakyat. Sehingga tidak pantas lagi mereka menggunakan kata-kata Dewan Perwakilan Rakyat," ucap Melki.
Melki lalu bicara soal demokrasi terkait dengan meme Puan berbadan tikus.
Dia berpendapat semestinya seluruh partai politik paham.
"Ini kritik yang tepat, ranah yang demokratis, dan harusnya seluruh partai politik paham betul bahwa dalam negara demokrasi yang paling tinggi adalah kedaulatan rakyat, bukan cuma kedaulatan oligarki," ujar Melki.
"Kita tidak melihat suara-suara penting terkait penolakan Cipta Kerja dikumandangkan. Malah mengesahkan produk hukum yang inkonstitusional. Itu yang sebenarnya ingin disampaikan dari publikasi tersebut," imbuh dia.
Terkait meme Puan Maharani berbadan tikus, politikus senior PDIP, Hendrawan Supratikno merasa khawatir BEM UI dimanfaatkan kelompok tertentu untuk berkegiatan yang keluar dari koridor dan etika akademik
"Saya khawatir ada yang memanfaatkan BEM UI untuk melakukan ekspresi kegiatan yang keluar dari koridor dan etika akademik. Mahasiswa seharusnya menekankan krida-krida yang analitik-solutif. Menantang diskusi dan debat yang rasional-argumentatif. Bukan mengumbar umpatan dan narasi yang mendegradasi esensi tugas pokoknya," kata Hendrawan kepada wartawan.
Hendrawan menyebut DPR melalui Badan Legislasi DPR mengadakan rangkaian acara untuk menyerap aspirasi para pihak yang relevan.
Menurutnya, sejumlah guru besar dilibatkan untuk melakukan asesmen akhir, termasuk guru besar dari UI.
"Untuk mengantisipasi ekses yang tak diinginkan (unwanted effects) dari UU Ciptaker, kita harus membangun ekosistem dunia usaha yang lebih berkeadilan di masa depan. Di F-PDIP sedang dipikirkan dan diperdebatkan kemungkinan menggulirkan RUU Cipta Keadilan dengan metode omnibus," imbuhnya.
(redaksi)